Hasbullah Rahmad: Banyaknya Politisi Terjerat Korupsi Akibat Tingginya Cost Politik

Redaktur author photo
Anggota DPRD Jabar, Hasbullah Rahmad (kemeja biru) berpose usai acara Reses ke 3 di wilayah RW 27, Pengasinan, Rawalumbu.

INIJABAR.COM, Kota Bekasi- Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2018 di Indonesia masih diwarnai keprihatinan. Tercatat ratusan kepala daerah khususnya di Jawa Barat, terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun terakhir. Kondisi ini memperlihatkan bahwasanya wabah korupsi masih sangat rentan menyerang kepala daerah.

Terkait hal ini, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jawa Barat, Hasbullah Rahmad, menyayangkan tindakan para pejabat yang telah menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan, demi meraup keuntungan pribadi.

"Tentu ini memprihatinkan. Kita berharap hari anti korupsi ini juga bisa menjadi sebuah renungan, sudah berapa ratus kepala daerah yang terjebak kasus korupsi di KPK," katanya saat kunjungan masa kerja resesnya di Bekasi, Minggu (9/12/2018) dinihari.

Menurutnya, wabah korupsi tak hanya fokus menyerang kepala daerah saja, tetapi juga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki kecenderungan melakukan korupsi.

"Kita berharap bahwa pemangku jabatan, tidak hanya kepala daerah sesungguhnya kan, OPD-OPD terkait juga kan mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan proses perizinan dan sebagainya atau pemeriksaan lahan, itu juga kan bagian yang harus terawasi," paparnya.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjelaskan, permasalahan korupsi yang sudah beranak pinak di Indonesia, kemungkinan utamanya disebabkan tingginya ongkos politik yang harus dikeluarkan para pejabat. Inilah yang akhirnya membuat yang bersangkutan mengambil jalan pintas untuk mengisi kembali pundi-pundi rupiah mereka.

"Kalau kita tarik ke belakang akarnya, itu mungkin karena high cost ya, ongkos politik yang sangat tinggi, sehingga mereka buru-buru ingin mengembalikan uang mereka dengan cara yang tidak benar," ujarnya.

"Ya kita berharap siapapun yang meneruskan kepemimpinan di tingkat manapun, mereka benar-benar memangku jabatan secara fungsional dan amanah. Supaya tidak ada penyalahgunaan kekuasaan termasuk KKN dan sebagainya," imbuhnya.

Menanggapi OTT Bupati Bekasi terkait kasus suap perizinan Meikarta, Rahmad tidak melihatnya secara sisi kelembagaan. Karena pada prinsipnya, peraturan mengenai perizinan sudah diatur oleh Pemprov Jawa Barat.

"Kalau secara kelembagaan, Provinsi Jawa Barat kan sudah melarang adanya pembangunan diluar keperuntukkan izin yang 85 hektar. Tentu kita ingin konsekuensi bahwa rekomendasi izin dari Kabupaten Bekasi itu 85 hektar, ya kita berharap tetap fokus di angka itu. Tapi kan tamannya aja 150 hektar, kan tidak mungkin. Berarti tentu mereka ada kesalahan menurut saya, membangun dulu, baru izinnya diurus belakangan," paparnya.

Begitu pula dengan pemanggilan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Waras Wasisto sebagai saksi di kasus ini, Rahmad enggan mengaitkannya dengan kelembagaan.

"Jadi saya kira pemanggilan Bang Waras secara personal mungkin dia mempertemukan dengan pejabat ya. Tapi kita belum tahu proses pemanggilan di KPK sebagai saksi seperti apa. Tapi saya pastikan tidak secara kelembagaan. Karena kalau kelembagaan DPRD kan tidak terlibat Provinsi Jawa Barat ya," tegasnya.

Rahmad menilai kasus perizinan Meikarta sejatinya merupakan kesalahan prosedural. Perizinan yang awalnya diberikan untuk 85 hektar pembangunan, nyatanya meluas hingga ratusan hektar.

"Kalau izin mereka itu kan sebenarnya 85 hektar, ya kita berharap 85 hektar itu aktivitasnya. Selebihnya mereka harus stop kan gitu. Tapi kan belakangan melebar, lebih dari 85 mereka tuh sudah lakukan secara fisik. Izinnya belakangan diurus. Itu saya kira kesalahan prosedural ya. Bahkan di brosur yang dipasarkan, publikasi pemasaran kan 500 hektar," paparnya.

Ia pun menyebutkan, bahwa Gubernur Jawa Barat turut bereaksi dan memberi amanat untuk dilakukan revisi Perda Tata Ruang oleh Pansus.

"Revisi perda tata ruang dan itu akan dibahas oleh Pansus dan insyaallah saya ada di Pansus itu. Kita ingin pansus perubahan tata ruang di Jawa Barat. Kita ingin tidak boleh lagi ada kecolongan fungsi-fungsi lahan di Jawa Barat khususnya ya. Karena kawasan metropolitan yang sangat strategis, paling depan Jawa Barat yang harus kita tata," imbuhnya.

Ia juga berharap KPK dapat memperluas perannya dalam upaya memberantas korupsi, yakni dengan menjalankan fungsi asistensi dan sosialisasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

"Karena mungkin ketidaktahuan baik pemberi dan penerima (suap), itu akhirnya terjadi korupsi dan OTT. Jadi saya kira KPK kan tidak hanya konteks penindakan atau hukum dalam konteks korupsi, tapi juga ada fungsi asistensi dan sosialisasi. Agar tingkat kesalahan penyelewengan kewenangan dan kekuasaan itu tidak terjadi seperti sekarang, ratusan kepala daerah sudah diproses hukum," pungkasnya.
Share:
Komentar

Berita Terkini