Jaksa KPK Tegaskan Anggota Pansus RDTR Plesiran Ke Thailand, Gratifikasi

Redaktur author photo
Jaksa Penuntut Umum, I Wayan Riana
inijabar.com, Bandung – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), I Wayan Riana mengungkapkan, penyidik KPK masih menggali peran-peran Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi dalam kasus suap Meikarta dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan permintaan lainnya seperti ke Thailand.

“Sejauh ini masih disidik penyidik dan tim Jaksa belum mendapat laporan. Kita belum tahu apakah akan masuk dalam Pasal 12a atau 12B, kita belum tahu kontruksinya,” kata Wayan kepada awak media, Senin kemarin(4/2/2019) usai persidangan di Tipikor Bandung, Jawa Barat.

Namun demikian, Wayan memberikan pandangan bahwa ada peluang bagi Anggota DPRD untuk jadi tersangka atau dijerat dengan Pasal 12B lantaran ada sesuatu yang mereka lakukan.

“Ada sesuatu yang mereka lakukan. Kalau mereka menyetujui Raperda itu, Pasal 12a. Atau kalau mereka hanya menerima uang untuk jalan ke Thailand itu kena Pasal 12B tentang gratifikasi. Nah mereka ini sudah memberikan prestasi apa,” jelasnya.

Untuk diketahui, Pasal 12 a dan 12 B, UU Tipikor, berisi: a.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Pengertian gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No.20 Tahun 2001: Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.

“Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik,” ungkapnya. Sementara pada Pasal 12B ayat (1) UU No.31 tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

“Untuk pidananya, penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” pungkasnya.(imam)
Share:
Komentar

Berita Terkini