300 Hektar Mangrove di Muara Gembong Dirusak Oknum Tak Bertanggung Jawab

Redaktur author photo

inijabar.com, Kabupaten Bekasi- Dalam Konferensi Mangrove Internasional yang diadakan di Tahura, Ngurah Rai, Bali pada April 2017, Indonesia sebagai rumah dari 25 persen ekosistem mangrove dunia. Oleh karena itu, sudah sepatutnya negeri ini jadi pionir dalam konservasi mangrove berkelanjutan.

Dampak kehilangan hutan bakau (mangrove) yang merupakan sabuk hijau (green belt) akan sangat buruk dan mempunyai efek domino yang sangat merugikan manusia seperti yang terjadi di Pantai Harapan Jaya, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang dibabat secara liar. 

Menanggapi hal itu, Pengamat Publik Bekasi, R. Meggi Brotodiharjo mengatakan, sungguh miris, sedang dalam suasana memperingati Hari Konservasi Ekosistem Mangrove Internasional (International Day for the Conservation of the Mangrove Ecosystem) yang diperingati setiap tahun tanggal 26 Juli, justru banyak mangrove yang dibabat secara liar.

“Hasil konferensi, Indonesia sebagai rumah dari 25 persen ekosistem Mangrove dunia, tapi Indonesia seniri tercatat memiliki kecepatan kerusakan mangrove terbesar di dunia. Pada dekade pertama abad ke-21 (2000-2014) saja, tak kurang dari 40 persen Mangrove musnah,” terangnya kepada Beritaekspres.com, Rabu (31/7/2019).

Saat ini sambung Meggi, kehancuran mangrove semakin massive lagi, terbukti dengan dibabatnya secara liar kurang lebih 300 hektar mangrove di Pantai Harapan Jaya, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, oleh oknum yang tidak bertanggung-jawab.

“Pengrusakan, pembabatan mangrove secara liar di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi harus diusut tuntas dan di pidanakan,” kata mantan Wakil Ketua DPW PNTI Jawa Barat ini.

Ditegaskan Meggi, larangan pembabatan Mangrove itu tertuang dalam Pasal 82 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Kehutanan, dengan ancaman penjara 1-5 tahun serta denda sebesar Rp500 juta- Rp2,5 miliar.

Meggi mensinyalir ada unsur kesengajaan di balik pengrusakan Mangrove di Muara Gembong terkait dengan maraknya bisnis. Sebagian besar areal hutan lindung, termasuk mangrove di Muara Gembong dan sekitarnya saat ini disinyalir telah dikuasai sejumlah oknum maupun perusahaan.

“Total nilai ekonomi Mangrove yang dibabat secara liar, termasuk kemampuannya ditaksir mencapai 100 juta rupiah per hektar. Dengan perhitungan tersebut, maka kerugian negara akibat kerusakan 300 hektar Mangrove mencapai Rp30 Miliar rupiah,” jelas Meggi. 

“Kerugian itu, belum memperhitungkan kerusakan struktur tanah dan biaya yang harus dikeluarkan untuk merehabilitasinya,” sambung Ketua Dewan Lembaga Swadaya Masyarakat Suara Independen Rakyat (LSM-SIR) ini.

Meggi mengingatkan, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bekasi, memegang peranan kunci dalam mengelola kawasan mangrove sebagai kawasan penting yang di kelola Pemda berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda dan harus sinkron dengan SNPEM (Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove).

Mereka yang lalai mengelola Kawasan Mangrove bisa kena sanksi, dalam hal ini UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi SDA dan Ekosistem, makanya Pemda Kabupaten Bekasi tidak boleh lalai.

Tumpang tindih mengenai pemberian fungsi kewenangan yang tidak jelas dan tegas oleh Pemerintah menambah hambatan upaya perlindungan mangrove. Fungsi kewenangan itu meliputi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan. 

Oleh sebab itu, Meggi merekomendasikan beberapa hal kepada Pemerintah, menegaskan kewenangan pengelolaan Mangrove sebagai kewenangan Pemda setempat, instansi pusat cukup sebagai koordinator, menghentikan alih fungsi mangrove, menindak tegas, mempidanakan  perusak dan pelaku serta aktor intelektual pengrusakan mangrove. 

Segera analisis, tambah Meggi, dan evaluasi lahan kehutanan untuk mengidentifikasi permasalahan kehutanan terkait mangrove, Pemda Kab Bekasi segera mengatasi permasalahan mangrove yang sedang terjadi dan mensinkronkan RT/RWnya dengan instansi terkait serta tetap berpedoman pada Perda Nomor 12 tahun 2011 tentang RT/RW Bekasi.

“Selamat Hari Mangrove Se-dunia, Mangrove masa depan dunia. Semoga Bekasi Baru, Bekasi Bersih bisa membangun Mangrove secara berkelanjutan,” pungkasnya (mam)
Share:
Komentar

Berita Terkini