Keberhasilan Kepemimpian Perempuan Dengan Genetis 

Redaktur author photo

BUKAN suatu hal yang luar biasa jika kita melihat wanita memiliki kemampuan multitasking, baik dalam dunia politik maupun bisnis seperti saat ini.

Karena wanita yang tampil sebagai sosok pemimpin sudah ada sejak zaman para Nabi, termasuk saat Islam datang.

Sejarah mencatat Ratu Bilqis sebagai seorang pemimpin pada masa Nabi Sulaiman. Dikenal sebagai seorang pemimpin cantik, pintar dan berpikiran ke depan. Banyak raja-raja berusaha melamarnya, tapi kandas di tengah jalan.

Para raja penasaran campur kagum pada sosok yang terkenal bukan hanya soal elok rupa, tapi piawai memimpin rakyatnya. Wanita ini tercatat dalam sejarah Islam sebagai wanita pertama yang memimpin sebuah kerajaan.

Wilayahnya terbentang dari Yaman hingga Ethiopia saat ini. Balqis adalah putri Sayarahil bin Dzijadan bin Assirah bin al Haryts bin Qais bin Shaifi bin Saba bin Yasyjab bin Ya'rab bin Qahtan. Ayah Balqis merupakan raja yang besar.

Setelah kematian ayahnya, rakyat Saba dipimpin oleh seorang lelaki. Namun, kepemimpinannya mendatangkan kerusakan. Balqis pun turun tangan dan mengambil alih kepemimpinan.

Setelah Negri Saba dibawah kepemimpinan Balqis, fakta sejarah Saba’ adalah negeri yang makmur, tanahnya subur dengan hasil pertanian melimpah, memiliki kekuatan militer yang tangguh dan letaknya yang strategis menjadikan Saba’ menjadi tempat perdagangan internasional.

Suatu keunggulan yang dimiliki sebuah negeri yang dipimpin oleh perempuan. Kualiatas ratu yang satu ini dikenalkan Alqur'an sebagai kepemimpinan perempuan.

Bahwa memimpin tak mengenal jenis kelamin, asal ada modal kecakapan moral dan intelektual yang cukup. Kepintaran Ratu Bilqis diakui mampu menjadikan pembangunan negerinya.

Istana Ratu Bilqis dilukiskan penuh kolam, taman, bangunan dan irigasi air yang bagus. Ratu Balqis mewarisi kepemimpinan dari ayahnya Syarahil bin Dzil Jadn, ia adalah seorang raja agung.

Kepemimpin berasal dari warisan ini disebut dengan teori kepemimpinan genetis yang menyatakan bahwa pemimpin itu tidak di buat, akan tetapi lahir melalui bakat-bakat alami sejak lahir.

Teori ini sama dengan teori great man yang mengatakan “asal raja menjadi raja” yang berarti anak raja pasti memiliki bakat menjadi raja sebagai pemimpin rakyatnya. Pada masa jauh setelahnya kita mengenal perdama menteri inggris dengan julukan wanita besi.

Margaret Teacher namanya, memimpin Inggris di kala perang dingin berkecamuk antara Blok Timur-Barat. Kedua blok kekuatan dunia berebut pengaruh di setiap konflik di belahan bumi ini.

Negara kita sempat masuk dalam pusaran kekuatan itu, meski dengan tetap teguh pada "politik bebas aktif". Wanita besi dikenal bisa memutuskan keberpihakan yang tetap proporsional.

Meski Inggris masuk dalam Blok Barat bersama negara digdaya Amerika, tapi tetap menjungjung tinggi nilai kemanusiaan. Sampai batas tertentu mampu mencegah konflik berkepanjangan, terutama di daerah Timur Tengah yang kerap jadi bulan-bulanan kepentingan memanfaatkan minyak bumi. 

Pesan dari semua kisah kepemimpinan perempuan hampir sama. Perpaduan lembut bicara dan cendrung hati-hati dalam memutuskan perkara.

Sifat-sifat keibuan yang melekat pada pemimpin perempuan menjadi dominan dalam langkah kepemimpinannya. Perbedaan jelas dari kepemimpinan perempuan memunculkan rasa teduh dan terlindungi bagi rakyatnya.

Sejarah yang tercatat dalam Alqur'an seperti Ratu Bilqis, dan yang terlihat dalam waktu selanjutnya di lapangan. Ini semua menyimpan pesan kepemimpinan perempuan tetap bisa jadi rujukan di masa mendatang. 

Penulis; Tomy Suswanto S.E Mahasiswa Pasca Sarjana (Aktif) Universitas Negri Jakarta (UNJ)
Share:
Komentar

Berita Terkini