![]() |
Mapag Sri diisi dengan acara wayang kulit |
inijabar.com, Kabupaten Cirebon - Tradisi Mapag Sri merupakan budaya lokal sekaligus penguatan semangat para petani menjelang musim panen.
Itulah yang membuat Pemerintah Desa Guwa Lor, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon, menggelar tradisi Mapag Sri yang dipusatkan di depan balai desa setempat, Selasa (17/6/2025).
Tradisi tahunan itu dirangkaikan dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk yang menyisipkan pesan moral, nilai-nilai agraris, serta edukasi sosial bagi masyarakat.
Kuwu Guwa Lor, Maksudi, menjelaskan bahwa Mapag Sri merupakan tradisi menjelang panen yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh leluhur mereka.
“Alhamdulillah tahun ini kami bisa kembali menyelenggarakan Mapag Sri dengan pementasan wayang kulit. Siang harinya, ceritanya tentang pertanian dan hama. Malamnya, pesan-pesan moral seperti tata krama dan hidup rukun,” ujarnya.
Ia menuturkan, tradisi ini juga menjadi sarana refleksi dan penyemangat bagi petani yang sebagian besar baru mulai panen meski masa tanam sempat mundur hingga akhir Februari.
“Panen kali ini masih cukup baik meski tidak seoptimal biasanya. Per bau kami dapat 4 sampai 4,5 ton. Biasanya bisa sampai 5–6 ton, tapi alhamdulillah masih lebih tinggi dibanding desa lain,” kata Maksudi.
Keterlambatan tanam, kata dia, menyebabkan munculnya hama seperti walang sangit dan lembing batu yang menyerang buah padi. Tetapi semangat warga tetap tinggi dalam menyambut musim panen.
Ia berharap tradisi Mapag Sri terus dipertahankan, karena mampu memperkuat rasa kebersamaan warga sekaligus menyatukan semangat untuk terus bekerja dan menjaga kearifan lokal.
“Semoga tradisi ini bisa menambah semangat bertani, meningkatkan hasil, dan menguatkan persatuan di tengah masyarakat,” tuturnya
Dukungan penuh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon terhadap pelestarian tradisi tersebut.
Sekretaris Disbudpar Kabupaten Cirebon, Amin Mughni, mengatakan, Mapag Sri merupakan bentuk nyata pelestarian budaya agraris yang masih terjaga kuat di wilayah pesisir Cirebon.
“Wayang kulit bukan sekadar hiburan, tetapi bagian dari sejarah budaya yang dulu digunakan para wali untuk menyebarkan Islam, khususnya oleh Sunan Kalijaga yang menggagas penyampaian dakwah melalui seni,” ujarnya.
Amin menambahkan, tradisi seperti Mapag Sri perlu terus dilestarikan karena mengandung nilai-nilai luhur, mulai dari rasa syukur kepada Tuhan atas hasil pertanian hingga pembelajaran etika sosial dan sopan santun bagi generasi muda.
“Sekarang ini di wilayah pesisir juga tengah digalakkan kembali sedekah laut atau nadran, termasuk pentas tari topeng, angklung bungko, wayang golek, hingga ronggeng bugis. Semua ini merupakan upaya bersama untuk merawat budaya Cirebon,”ujarnya.
Menurut Amin, dukungan pemerintah terhadap kegiatan desa seperti di Guwa Lor merupakan bagian dari upaya revitalisasi budaya daerah agar tidak tergerus zaman.(fii)