inijabar.com, Ciamis- Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Ciamis, KH.Fadlil Yani Ainusyamsi mengungkapkan, politik pecah belah sudah berlangsung dari sejak jaman kolonial. Makanya dibutuhkan persatuan untuk melawan devide et impera masa kini.
Pria yang akrab disapa Ang Icep ini menyampaikan hal itu dalam paparanya di acara Halaqah Kebangsaan yang bertemakan Mengoptimalkan Nilai-nilai Budaya Lokal: Mencegah Politik Pecah Belah Di Era Kekinian", yang diselenggarakan oleh Resimen Mahasiswa (Menwa) Galuh Ciamis, STEI (Sekolah Tinggi Ekonomi Islam) Ar-Risalah dan Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Minggu siang, (24/2/2019).
"Hanya orang beriman, yang tahan terhadap provokasi, teror, fitnah, intimidiasi dan adu domba. Sebuah lembaga akan kuat bila punya tim work (tim kerja) yang kuat. Bangsa kita harus memiliki motivasi: kekuatan, keberanian, semangat, kreatifitas, produktif dan pengorbanan", jelas Ang Icep.
Sementara itu, Kesbangpol Kab.Ciamis, Andang Firman dalam paparannya mengatakan, terkadang kita terbiasa melupakan hal-hal kecil, dan justru dari yang kecil ini akan menjadi besar.
"Kita harus tunjukkan kepada dunia, Indonesia bukan hanya sebagai negara demokrasi tapi juga negara yang cinta damai, kita punya modal keberanian", tegas Andang Firman.
Lebih lanjut Andang mengatakan bahwa tantangan negara saat ini masih ada, berupa ancaman budaya, narkotika, gerakan separatis, ini terjadi karena sebagai konsekuensi kita adalah negara demokrasi.
"Penyangga dari kerontokan pilar berbagai bidang adalah pilar ideologi. Solusinya dengan mengembangkan wawasan kebangsaan, yaitu cara pandang bangsa terhadap diri dan lingkungannya,"imbuh Andang.
Senada dikatakan Pengurus Dewan Kebudayaan Kab. Ciamis, Miming Mujamil pada kesempatan tersebut mengajak untuk tidak melupakan sejarah.
Miming mengatakan untuk mencegah politik pecah belah di era kekinian menurut versi Sunda adalah "kudu sabibilungan, sareundeuk saigel sapihanean" atau kompak dan gotong royong.
"Dalam keanekaragaman sastra lisan kita mengenal pribahasa atau kata kata bijak, peribahasa ini mengandung pemahaman bahwa kearifan budaya lokal jangan diganggu", jelas Miming.
Masih di acara tersebut, Danki Menwa Galuh Ciamis, Ana Intang Rustiana mengatakan bahwa laju percepatan globalisasi dan modernisasi memang tidak bisa kita cegah, namun ini bukan berarti kita harus kehilangan jati diri sebagai bangsa.
Pemahaman ke-Indonesiaan yang sejuk, teduh dan inklusif melalui ruang publik seperti halaqah kebangsaan ini, saat ini dibutuhkan oleh masyarakat, untuk menjaga tekad dan naluri bangsa kita dalam upaya menempatkan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi maupun golongan. (De)