Sudahkah Pembangunan Infrastruktur Berdampak Pada Kesejahteraan Rakyat ?

Redaktur author photo
Ilustrasi

PEMBANGUNAN infrastruktur di Provinsi Jawa Barat memang terus dijalankan pemerintah. Potensi sumber daya alam Jawa Barat yang kaya dan beragam menjadi daya tarik para pemilik modal untuk menanamkan investasinya di wilayah yang berpenduduk 50 juta jiwa ini.

Namun sayang, jorjoran pembangunan infrastruktur tidak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan warganya. Hal ini terbukti dari banyaknya pemberitaan terkait tingkat kemiskinan di Jabar yang tinggi berkorelasi dengan angka pengangguran yang terus meningkat.

Menarik saat membaca sebuah artikel yang memuat diskusi para jurnalis, LBH Bandung, dan Kurawal Fondation. Diskusi tersebut membahas tema 'Tergusur Infrastruktur' yang digelar di Gedung Pascasarjana Unpar, Bandung, pada Kamis, 21 Desember 2023, lalu.

Diskusi tersebut sedikit menyingkap permasalahan yang terjadi di Jabar. Salah satunya terkait pembangunan infrastruktur di Jawa Barat yang banyak merugikan bagi warga. Mulai dari hilangnya mata air, tergusurnya lahan sawah, sampai proyek panas bumi yang dilakukan secara “sembunyi-sembunyi”. Penghormatan pada alam, kearifan lokal, dan hak-hak masyarakat kecil menurun drastis.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah pengadaan kereta cepat, dalam diskusi terkuak proyek yang sudah bergaung sejak tahun 2011 nyatanya tidak menganalisa dampak lingkungan dengan baik. Pola hilangnya mata air dengan mudah ditandai. Mereka hilang setelah dibangunnya tunnel atau terowongan untuk jalur KCJB.

Sebelum berdiri jalur kereta cepat, warga sekitar biasa mendapatkan air di lingkungan sekitar secara cuma-cuma. Sekarang dengan hilangnya mata-mata air warga mengalami kesulitan, air pun menjadi komoditas.

KCJB hanyalah salah satu contoh dari pembangunan infrastruktur yang tidak menjadi solusi permasalahan, namun sebaliknya malah menambah kesengsaraan warga. Terlebih dengan didukung aturan yang ada, penggusuran demi pembangunan infrastruktur berkategori Proyek Strategi Nasional (PSN) dapat dengan mudah dilakukan.

Apabila ditelaah secara mendalam, biang keladi kondisi miris ini adalah penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini melahirkan konsep good governance yang membuat negara beralih fungsi sebagai pelayan korporasi. Akibatnya, berbagai proyek pembangunan infrastruktur dijalankan, tetapi tanpa perhitungan maupun prioritas, yang penting apa yang dikehendaki korporasi dapat terlaksana.

Konsep keliru sperti itu sangat jauh berbeda dengan cara padang Islam terkait pembangunan infrastruktur. Dalam Islam pembangunan infrastruktur merupakan bentuk pelayanan negara kepada publik. Penguasa dalam Islam akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang mendesak dibutuhkan oleh publik yang jika pembangunannya ditunda akan menimbulkan dharar (bahaya) bagi publik.

Jalan umum yang rusak parah, jembatan di atas sungai yang rusak menghubungkan dua desa, belum adanya akses jalan menuju rumah sakit yang dapat menimbulkan dharar pada publik, bahkan sampai terjadi hilang nyawa di perjalanan, tidak boleh ditunda lagi untuk segera dibangunkan infrastruktur tersebut.

Penguasa harus mencegah terjadinya dharar karena Nabi saw. bersabda, “Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada memudaratkan (membahayakan)—(baik diri sendiri maupun orang lain).” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Daruquthni)

Penguasa yang dalam Islam disebut khalifah merupakan orang yang bertanggung jawab atas rakyatnya, sebagaimana sabda Nabi saw., 'Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus'. (HR Bukhari)

Biaya pembangunan infrastruktur yang mendesak tersebut—tidak memperhatikan ada atau tidak ada dana APBN atau Baitulmal—harus tetap dibangun. Jika dana APBN atau Baitulmal tersedia, wajib dibiayai dari dana tersebut secara maksimal. Namun, jika tidak mencukupi, negara bisa memungut dharibah (pajak) dari publik.

Jika waktu pemungutan dharibah memerlukan waktu yang lama, sedangkan infrastruktur harus segera dibangun, boleh bagi negara untuk meminjam kepada pihak lain. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharibah yang dikumpulkan dari publik setelahnya. Akan tetapi, terdapat batasan yang sangat jelas bahwa pinjaman ini tidak ada unsur riba atau menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman

Adapun Infrastruktur yang dibutuhkan publik, tetapi tidak begitu mendesak serta masih bisa ditunda pengadaannya, maka tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana. Sebagaimana pembangunan  KCJB dan beberapa infrastruktur lainnya bukanlah hal yang mendesak bagi publik karena jalan kereta api sebelumnya sudah ada dan berfungsi baik begitupun dengan yang lainnya belum urgen untuk ditambah.

Pemerintah tidak akan membebani publik dengan menarik biaya pada jalan umum, sebagaimana jalan tol. Bahkan, layanan terbaik Khilafah kepada publik diwujudkan juga dengan membangun infrastruktur jalan dengan standar teknologi termutakhir. Misalnya, jalan umum diaspal dengan aspal terbaik yang mampu mencegah terjadinya selip kendaraan yang menjadi penyebab kecelakaan.

Perencanaan yang matang dari negara dalam pembangunan infrastruktur akan menghasilkan kemaslahatan bagi publik. Tidak ada ironi yang dirasakan publik, yang ada adalah layanan prima dari Khilafah kepada publik.

Allah Swt. berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Penulis: Lilis Suryani -Guru dan Pegiat Literasi

Share:
Komentar

Berita Terkini