![]() |
Dr.H.D.Andry Effendy (kiri) bersama Dato Kemas H. Ridwan Anthony Taufan (kanan). |
inijabar.com, Jakarta - Dr. H. D. Andry Effendy, berhasil meraih gelar doktor ilmu hukum dengan predikat cumlaude, dari Universitas Borobudur Jakarta, melalui disertasi yang mengkritisi sanksi pidana dalam kasus pelanggaran upah minimum.
Pengukuhan gelar doktor tersebut digelar dalam Sidang Terbuka Program Doktor Ilmu Hukum, di Gedung A Lantai 8 Universitas Borobudur, Jakarta Timur, pada Rabu (14/5/2025).
"Disertasi saya mengangkat topik tentang pendekatan hukum terhadap tindak pidana ketenagakerjaan, khususnya terkait upah minimum," jelas Dr. Andry kepada inijabar.com usai acara pengukuhan.
Dalam penelitiannya yang berjudul 'Implementasi Penegakan Hukum Tindak Pidana Ketenagakerjaan dalam Pembayaran Upah di Bawah Ketentuan Penetapan Upah Minimum yang Berkeadilan', Andry menemukan, penegakan hukum terhadap pelanggaran upah minimum belum sepenuhnya berpihak kepada pekerja.
"Setelah saya teliti, ternyata sanksi pidananya hanya mencakup hukuman kurungan dan denda. Tidak ada kewajiban bagi pengusaha, untuk membayar kekurangan upah kepada pekerja. Tidak ada sanksi yang menjamin hak pekerja tersebut," ungkapnya.
Mengacu pada Pasal 185 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Dr. Andry mengusulkan terobosan, berupa sanksi restitusi yang mewajibkan pengusaha mengganti kekurangan pembayaran upah kepada pekerja.
"Pengusaha seharusnya diwajibkan membayar restitusi kepada pekerja, paling sedikit satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dari nilai kekurangan upah," tegasnya.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha dalam menekan pelanggaran atas upah minimum.
"Komunikasi yang baik sangat diperlukan agar pelanggaran dapat diminimalisir. Pengawas ketenagakerjaan yang selama ini cenderung reaktif, harus lebih proaktif dalam mengawasi dan menindak pengusaha yang melanggar," paparnya.
Dr. Andry juga menyoroti, bahwa selama ini pekerja cenderung enggan menempuh jalur hukum karena sanksi pidana yang tidak berpihak pada mereka.
"Selama ini, karena sanksi pidana tidak berpihak pada pekerja, mereka cenderung enggan menempuh jalur hukum. Akibatnya, pelanggaran terhadap upah minimum terus meningkat," ujarnya.
Ia merujuk pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara harus menjamin hak setiap warga negaranya, untuk memperoleh pekerjaan serta penghidupan yang layak, sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan martabat manusia.
Hadir dalam acara tersebut, Ketua Umum Basridho, Dato Kemas H. Ridwan Anthony Taufan, yang juga merupakan kakak kandung Dr. Andry, menyampaikan rasa bangga atas pencapaian adiknya.
"Saya sangat berbangga hati karena Alhamdulillah, hari ini adik saya, Andry Effendy, telah meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude," ungkapnya.
Sebagai kakak tertua, Anthony berharap, ilmu yang dimiliki sang adik dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.
"Semoga beliau dapat mempergunakan ilmunya, baik sebagai dosen, pengacara, maupun sebagai ahli ketenagakerjaan, dan berguna sebaik-baiknya bagi masyarakat luas," pungkasnya.
Perlu diketahui, sidang promosi doktor tersebut diuji oleh tim penguji dari Universitas Borobudur yang terdiri dari Prof. Dr. Ir. Rudi Bratamanggala, M.M., Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M., Prof. Dr. H. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H., Assoc Prof. Dr. H. KMS Herman, S.H., M.H., M.Si., Prof. Dr. Oksidelfa Yanto, S.H., M.H., dan Dr. Darwati, S.H., M.H. (Pandu)