Koalisi LSM Laporkan Sejumlah BUMD Kota Bekasi Dapat Modal Rp43 M Tanpa Perda Penyertaan Modal

Redaktur author photo
Koalisi LSM Bekasi usai melaporkan  sejumlah BUMD di Kota Bekasi yang dapat  modal namun tanpa dibarengi Perda Penyertaan Modal

Inijabar.com, Kota Bekasi - Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melayangkan laporan pengaduan ke Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam penyertaan modal sebesar Rp 43 miliar, kepada tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bekasi pada Tahun Anggaran 2024.

Ketua Umum LSM Komite Masyarakat Pemerhati Demokrasi (KOMPARASI), Hendry Irawan, mengatakan, penyaluran dana tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang sah. Meski dana tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) APBD 2024, namun tidak ada Perda Penyertaan Modal yang mengatur secara khusus.

"Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dana Rp 43 miliar memang tercantum dalam Perda APBD Tahun 2024. Namun, penyertaan modal daerah adalah lex specialis dan wajib ditetapkan melalui Perda Penyertaan Modal yang khusus," ujar Hendry, Jumat (26/9/2025).

Hendry menjelaskan, Perda Penyertaan Modal seharusnya mengatur secara detail jumlah, tujuan, bentuk, dan jangka waktu penyertaan modal. Menurutnya, pemerintah daerah dan DPRD Kota Bekasi tidak pernah menerbitkan peraturan tersebut, namun tetap mengucurkan anggaran.

"Ini bukan sekadar masalah administrasi, melainkan tindakan yang telah melanggar prinsip legalitas dan tata kelola keuangan negara. Kejaksaan Negeri Kota Bekasi memiliki kewajiban moral dan yuridis untuk segera melakukan penyelidikan," tegasnya.

"Kami menekankan, laporan ini adalah desakan nyata agar Kejaksaan Negeri Kota Bekasi bertindak tegas, tidak ragu memanggil pihak-pihak yang terlibat, serta membuka secara transparan proses hukum yang berjalan,"  ucap Hendry.

Sementara itu, Ketua Umum LSM Komite Masyarakat Peduli Indonesia (KOMPI), Ergat Bustomy, menyebut praktik ini sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan yang menggerus kepercayaan publik dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah, serta membuka ruang penyalahgunaan anggaran.

"APBD adalah uang rakyat. Menggelontorkan anggaran tanpa dasar hukum yang sah bukan hanya merugikan daerah secara material, tetapi juga mencederai asas transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial," kata Ergat.

Ergat menyatakan, momentum penyaluran dana tersebut bertepatan dengan tahun politik Pilkada 2024, semakin memperkuat indikasi adanya motif politik di balik keputusan tersebut.

Ia menilai, tindakan pemerintah daerah telah memenuhi unsur actus reus, berupa penggelontoran anggaran tanpa dasar hukum yang sah, dan mens rea yakni adanya kesadaran penuh bahwa aturan mensyaratkan Perda khusus namun diabaikan.

Pihaknya berharap kasus ini dapat menjadi preseden penting dalam penegakan hukum tata kelola keuangan daerah. Mereka juga mendesak agar APBD tidak dijadikan alat politik atau kepentingan kekuasaan, melainkan benar-benar dikelola sebagai amanah rakyat. (Pandu)

Share:
Komentar

Berita Terkini