NCW Soroti Aroma KKN di Mutasi Pejabat Eselon II Kota Bekasi

Redaktur author photo
Ilustrasi

inijabar.com, Kota Bekasi - Mutasi 19 pejabat eselon II yang dilantik Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, pada Rabu (3/9/2025) menuai kritik keras dari Nasional Corruption Watch (NCW) DPD Bekasi Raya.

Organisasi antikorupsi itu menilai kebijakan tersebut sarat dengan indikasi nepotisme, gratifikasi, hingga upaya penghambatan proses hukum.

Ketua NCW DPD Bekasi Raya, Herman P. Simaremare menegaskan, klaim mutasi untuk 'peningkatan kinerja', hanya kedok belaka.

"Yang terjadi justru pengistimewaan keluarga dan upaya melindungi pejabat yang diduga korupsi. Ini perampokan terhadap hak publik atas pemerintahan yang bersih," ujar Herman melalui pesan WhatsApp.

Herman mengungkap, dari 19 pejabat yang dimutasi, dua di antaranya merupakan kerabat dekat Wali Kota Bekasi, yaitu drh. Satia yang merupakan adik kandung, diangkat sebagai Kepala Dinas Kesehatan, meski berlatar belakang dokter hewan.

"Secara logika birokrasi, Kepala Dinkes idealnya diisi pejabat dengan latar belakang kesehatan masyarakat atau medis manusia, bukan veteriner," kata Herman.

Herman menyatakan, yang kedua adalah Solikhin, selaku adik ipar Wali Kota dilantik menjadi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), yang sebelumnya sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi dan gagal menyelesaikan sengketa Pasar Keranji.

"Ini aneh, kenapa dia (Solikhin) kini justru ditempatkan di posisi strategis yang mengelola keuangan daerah?" ucapnya.

NCW menilai, kejanggalan lain terlihat dari promosi Saudara Y, mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), menjadi Kepala BPKAD. Padahal, pada 28 Agustus 2025, NCW telah meminta klarifikasi terkait dugaan korupsi di TPA Sumur Batu yang melibatkan pejabat tersebut.

"Alih-alih diperiksa transparan, pejabat yang sedang disorot publik malah diberikan jabatan lebih sensitif. Ini patut diduga sebagai upaya melindungi pejabat bermasalah," papar Herman.

Menurut Herman, langkah tersebut berpotensi menghambat proses penyelidikan dugaan korupsi dan melanggar prinsip merit sistem, dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Herman menyebut, penempatan kerabat dalam jabatan strategis berpotensi melanggar beberapa aturan, antara lain UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN, khususnya Pasal 5 huruf (n), dan Pasal 27 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN.

"Beberapa pejabat juga ditempatkan tidak sesuai kompetensi dan latar belakang keahliannya. Jabatan vital seperti Direktur RSUD Kota Bekasi malah dibiarkan kosong," tegas Herman.

Ia menambahkan, proses mutasi terkesan terburu-buru, dipaksakan, dan tanpa transparansi mekanisme seleksi. Hal ini memperkuat dugaan adanya kepentingan politik, gratifikasi jabatan, dan praktik jual-beli jabatan.

NCW mengambil sikap tegas dengan mendesak Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mempertanggungjawabkan kebijakan mutasi secara terbuka. Ia juga mendesak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), KPK, dan Kemendagri segera menyelidiki indikasi nepotisme dan jual-beli jabatan.

"Mutasi pejabat memang hak prerogatif kepala daerah. Namun jika digunakan untuk memperkuat kekuasaan keluarga dan melindungi pejabat bermasalah, itu jelas penyalahgunaan wewenang yang melanggar hukum," pungkas Herman. (Pandu)

Share:
Komentar

Berita Terkini