Deteksi Kanker Serviks, CryioTheraphy Sudah Bisa dI Puskesmas

Redaktur author photo

inijabar.com,Indramayu- Kanker leher rahim (kanker serviks) merupakan kanker terbanyak yang diderita perempuan di Indonesia. Secara statistik, hampir setiap 1 jam terdapat satu perempuan yang meninggal akibat kanker leher rahim.

Data rumah sakit sentral Indonesia terdapat 15 ribu pasien baru kanker leher rahim setiap tahunnya, dan 8 ribu diantaranya meninggal. Keadaan ini berbeda dengan di negara maju, umumnya kanker serviks sudah menurun jumlahnya berkat program skrining kanker serviks.

Di Indonesia masalah banyaknya kasus kanker serviks diperburuk lagi dengan banyaknya kasus (>70%) yang sudah berada pada stadium lanjut.

Kepala Puskesmas Margadadi H.Tarmudi mengatakan, Kanker Serviks sendiri membawa permasalahan yang kompleks, selain menimbulkan permasalahan di bidang kesehatan, permasalahan juga dapat timbul di bidang perekonomian dan sosial baik dari segi kesehatan.

"Jelas penyakit ini memiliki dampak yang serius terhadap kualitas hidup penderitanya, sedangkan dari segi ekonomi pengobatan untuk penyakit ini juga tergolong tidak murah dan jelas sangat memengaruhi perekonomian keluarga penderitanya terlebih pada penderita bukan peserta jaminan kesehatan. Solusi tepat terkait permasalahan ini adalah dengan deteksi dini,"ujarnya. Jumat (17/1/2020).

Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan, kata Tarmudi, karena kesehatan di Indonesia menjadi solusi tepat terkait permasalahan kanker serviks.

Melalui Undang-undang No 34 tahun 2014 Puskesmas didaulat sebagai lini pertama dalam penanggulangan kanker yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Puskesmas melaksanakan tanggung jawab tersebut melalui program deteksi dini dan penanggulangan awal dengan cryotherapy untuk menditeksi dini agar dapat dilakukan melalui papsmear atau Inspeksi Visual Asam (IVA),"tuturnya.

Sementara IVA adalah deteksi dini kanker leher rahim alternatif selain pap smear untuk memeriksa daerah yang tidak bisa dijangkau oleh pap smear. IVA dilakukan dengan cara mengolesi leher rahim dengan asam asetat, untuk melihat tanda-tanda lesi pra kanker (tahapan sel-sel berubah menjadi sel-sel buruk yang berpotensi menjadi kanker).

Hasil IVA bisa dilihat langsung saat itu juga sehingga dapat diambil keputusan cepat mengenai penatalaksanaannya. Selain mudah dan terjangkau, IVA juga memiliki akurasi yang sangat tinggi (90%) dalam mendeteksi lesi atau luka pra kanker wanita dengan hasil IVA positif selanjutnya dapat ditatalaksana dengan cryotherapy sebagai tindak lanjut dari deteksi dini yang telah dilakukan.

Cryotherapy sebenarnya terapi kanker dengan cara dibekukan dan dipanaskan, merupakan sebuah teknologi ablation yang sangat penting.

Pada saat gas yang bersifat dingin (misal argon, nitrogen, atau bisa gas lain yang memiliki suhu sangat rendah) dilepaskan dari ujung jarum, dalam hitungan detik jaringan kanker akan langsung membeku dengan suhu -120℃ hingga -180℃ dan terbentuk seperti bola es, jaringan kanker dalam bola es akan kekurangan darah dan oksigen serta berada pada suhu 180℃, yang membuat sel kanker mati membeku.

Pada saat gas helium (atau gas lain yang memiliki fungsi yang sama) dilepaskan dari ujung jarum, suhu akan naik menjadi panas 20℃ hingga 40℃, kanker yang tadinya membeku seperti bola es akan meleleh dan hancur, maka mencapai keefektifan untuk memusnahkan jaringan kanker.

Waktu dan kecepatan dalam menaikkan atau menurunkan suhu, maupun ukuran dan besar kecil bola es dapat diatur dan dikontrol dengan ketelitian yang tinggi.

"Karena dalam praktiknya cryotherapy hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang terlatih. Puskesmas sudah melakukan pelatihan terhadap dokter dan bidan,"tandasnya.(Sai)
Share:
Komentar

Berita Terkini