Tuai Kontroversi, Surat Edaran Bolehkan Plt, Pj dan Pjs Pecat dan Mutasi ASN Tanpa Izin Mendagri

Redaktur author photo




inijabar.com, Jakarta- Guru besar Universitas Terbuka Jakarta Prof. Hanif Nur menyebut, Surat Edaran (SE) Mendagri Tito Karnavian yang mengizinkan seorang Plt, Pj dan Pjs boleh memecat, memutasi dan rotasi ASN (Aparatur Sipil Negara) hanya untuk pegawai yang tidak disiplin dan mutasi antar daerah.


"(SE.red) hanya  untuk menindak pegawai indisipliner dan mutasi antar daerah. Lainnya minta persetujuan (Mendagri.red),"jawabnya singkat. 


Sekedar diketahui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengizinkan Penjabat (Pj) kepala daerah untuk memecat atau memutasi Aparatur Sipil Negara (ASN).


Aturan terbaru yang memuat kewenangan Pj kepala daerah itu ada dalam Surat Edaran (SE) Nomor 821/5292/SJ, ditandatangani Tito pada 14 September 2022. 


Surat Edaran menuai kontroversi termasuk dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang menyatakan aturan itu bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.


"SE itu tidak bisa mengatur tentang dibolehkannya Pj kepala daerah untuk memutasi ASN. Karena, pembatasan itu ada di PP Nomor 49 Tahun 2008, pasal 132A," kata anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, seperti dikutip detikcom, Senin (19/9/2022).


Berikut adalah bunyi pasalnya: Pasal 132A, PP Nomor 49 Tahun 2008


(1) Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang:

a. melakukan mutasi pegawai;

b. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;

c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan

d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.


(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri


"SE Mendagri itu adalah turunan dari carut marutnya tata aturan kita, tata regulasi kita yang tidak dibenahi dari hulu. Kami menganggap, hulunya itu perlunya diatur PP tentang penjabat kepala daerah. Selagi payung hukum di hulu ini belum dibuat, maka kecelakaan akan banyak sekali, lebih jempalitan rekomendasi-rekomendasi yang ada," kata Robert.


Sebenarnya, Ombudsman tidak masalah apabila Mendagri memang ingin memberikan kewenangan Pj, Plt, ataupun Pjs untuk memecat atau memutasi pegawai. Namun demikian, tata aturannya harus sesuai kaidah formal, yakni ubah dulu PP Nomor 49 Tahun 2008 itu. Soalnya, kedudukan PP lebih tinggi ketimbang SE. Untuk itu, Ombudsman melakukan langkah-langkah untuk menyusun rekomendasi.


"Sekarang, kami Ombudsman pada tahapan resolusi monitoring untuk menyusun rekomendasi. Rekomendasi nantinya ditujukan kepada atasan terlapor yakni Presiden," kata Robert.


Apa konsekuensinya bila nantinya Mendagri tidak mematuhi rekomendasi Ombudsman?.


"Kita nggak tahu, kan Presiden yang akan mengambil keputusan. Kita minta nanti rekomendasinya menjadi bahan pertimbangan Presiden," kata dia.

Share:
Komentar

Berita Terkini