Politisasi Olahraga di Kota Bekasi Antara Dispora, KONI, KORMI

Redaktur author photo


Kantor Dispora Kota Bekasi

inijabar.com, Kota Bekasi-  Belum cairnya bonus atlit peraih medali di Porprov Jabar 2022 dan  misteri anggaran Rp5 miliar peralatan olahraga yang infonya untuk disalurkan ke masyarakat melalui kecamatan, kelurahan terus menjadi bahan pembicaraan dikalangan penggiat olahraga di Kota Bekasi. 

Dua kasus tersebut seolah membuka mata publik di Kota Bekasi bahwa ada ketidakberesan dalam pengelolaan olahraga di Kota Bekasi. Mulai soal anggaran, politisasi organisasi olahraga, dan soal keterbatasan sarana prasarana bagi cabang olahraga.

Seperti diketahui ada dua lembaga atau komite yang menaungi cabang olah raga (cabor) berbasis prestasi yakni Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan satu lagi menaungi olahraga rekreasi yang namanya Komite Olahraga Rekreasi Indonesia (KORMi).

KONI Kota Bekasi seperti diketahu dipimpin oleh mantan Walikota Bekasi Tri Adhianto sedangkan KORMI dipimpin oleh Wiwiek Hargono yang juga sebagai istri Tri Adhianto.

Kedua komte tersebut memiliki anggaran hibah APBD secara terpisah. Jika KONI pada tahun 2023 ini mendapat  sekitar Rp27 miliar. Sementara KORMI hanya mendapat Rp500 juta dan kemungkinan akan naik menjadi Rp1,5 miliar APBD di tahun anggaran 2024.

Tri Adhianto sendiri selain sebagai Ketua KONI, juga menjabat sebagai Ketua Persipasi. Sebuah klub profesional namun masih dibiayai APBD dengan alasan karena masih di Divisi 3.

Kedua lembaga yang dipegang suami istri tersebut akhirnya menimbulkan konflik kepentingan. Pasalnya Tri Adhianto sudah bertekad maju kembali menjadi Calon kepala daerah di Kota Bekasi pada Pilkad 2024 nanti.

Ditopang oleh Kepala Dinas Pemuda OlahRaga (Kadispora) Zarkasih yang juga masuk sebagai pengurus KONI Kota Bekasi. Menambah semakin kuatnya tudingan publik ada politisasi olahraga di Kota Bekasi 

Kasus terakhir acara Fun Bike 2023 yang diselenggatakan Dispora dan KORMI Kota Bekasi pada beberapa waktu lalu yang anggarannya bersumber dari APBD. Namun sangat kental acara tersebut dibuat sebagai panggung keluarga Tri Adhianto.

"Istri yang sebagai Ketua KORMI Kota Bekasi membuka acara, suami nya ngasih sambutan sebagai Ketua KONI, dan Zarkasih sebagai Kadispora dan pengurus KONI Kota Bekasi yang mengupayakan pencairan anggarannya,"celetuk salah satu pengurus KONi Kota Bekasi yang tidak mau ditulis namanya.

Salah satu Pemerhati Kebijakan Publik Safrudin ikut mengomentari politisasi lembaga olahraga di Kota Bekasi saat ini.

Menurut dia, dalam UU No. 3 Tahun 2005 sangat jelas mengatur tidak diperbolehkannya pejabat publik menjadi pengurus KONI, namun UU tersebut direvisi dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2022 dalam pasal 41 dinyatakan pejabat publik diperbolehkan menjadi pengurus KONI. Dengan demikian kepengurusan Cabang Olahraga (Cabor) pun diinterpretasikan sama.

"Implementasi menjaga pengembangan, pembangunan olahraga pada dasarnya bukan dari aspek personal pejabat publik menjadi ketua dan/atau pengurus KONI atau Cabornya, dimana pejabat publik sangat rentan dengan kepentingan politiknya. Sehingga saat selesai masa jabatan publiknya, sangat tidak terelakan terjadinya posh power syndrom tatkala anggaran KONI atau Cabor menjadi alat bergainning kepentingan politik lainnya,"ujar pria yang akan maju menjadi Anggota DPRD Kota Bekasi dari Partai Gerindra ini. Selasa (21/11/2023).

Pada akhirnya, lanjut Safrudin, atlit yang menjadi objek dalam arus kepentingan politik. Dimana seharusnya, pemangku kepentingan tidal lagi menggunakan cara 'iming-iming' kepada atlit dalam berprestasi.

"Sudut pandang ini bukan saat ini saja dikemukakan dan dikhawatirkan sebagian banyak orang dan pemerhati olahraga, namun sejak lama sebelum yang dikhawatirkan terjadi seperti saat ini,"tandasnya.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini