Rasionalisasi Konsep Pengurangan Atas Kinerja TKK Kota Bekasi

Redaktur author photo


SEBAGAI daerah jasa dan perdagangan, Kota Bekasi dalam eskalasi Jabodetabek dan jalur Pantura sangat strategis. Pertumbuhannya sangat pesat yang bisa dilihat mata apapun, hingga sudut kota berjamur perumahan dan cluster permukiman.

Pergerakan pelaku ekonomi, tenaga kerja, dan budaya masyarakatnya heterogen semakin menguatkan penilaian bahwa konsep Perdagangan dan Jasa bagi kota bekasi sangat tepat. Pelaku ekonomi menurut Nurul Oktima, buku Kamus Ekonomi tahun 2012 dalam Kompas.com, terdapat 4 pelaku ekonomi yaitu Rumah Tangga Konsumen (RTK), Rumah Tangga Produsen (RTP), Rumah Tangga Pemerintah (RTPe) dan Rumah Tangga Luar Negeri (RTLN). 

Dalam RTPe memiliki fungsi  sebagai Produsen yaitu berperan memproduksi barang atau jasa seperti yang ditugaskan kepada BUMD, BLUD dan lainnya yang ada di Kota Bekasi. 

Kedua sebagai Konsumen yang berfungsi mengalokasikan anggaran untuk membeli faktor-faktor produksi agar digunakan untuk proses produksi yang menghasilkan barang dan jasa, seperti halnya iklan reklame, rumah susun, termasuk rekrutmen pegawai daerah yang menunjang penguatan layanan publik.  

Lalu ketiga berfungai sebagai pengendali perekonomian yaitu berperan menetapkan kebijakan ekonomi lokal di Kota Bekasi, seperti penataan wilayah industri, perkantoran, pariwisata, UMKM dan sebagainya

Namun demikian perlu dilihat bagaimana konsep realisasi tata kelola Pemerintah Kota Bekasi dalam menyikapi tantangan pembangunan dan pelayanan publik, terutama dari sudut mata melihat target, sasaran dan capaiannya. 

Kota Bekasi dengan perdagangan dan jasa, sangat membutuhkan kualitas kebijakan daerah,  layanan publik serta sarana dan prasarana. Kota Bekasi dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp. 5 trilyun lebih pada tahun 2022, tentu sangat berpeluang besar unthk meningkatkan layanan publik. 

[cut]


Public Goods menjadi pertaruhan Pemerintah Kota Bekasi dalam tata kelola skuadnya meningkatkan kualitas layanan publik, seperti Pamor RW, layanan angkutan sampah permukiman, layanan perijinan di Mall dan instansi vertikal, layanan kebersihan lingkungan serta lainnya.

Namun sangat terlihat jelas bahwa layanan publik yang dilakukan hingga sampai titik tingkat RW se Kota Bekasi, memberikan kecepatan layanan bagi masyarakat yang ingin mengakses layanan publik di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD), terutama layanan dokumen kependudukan, kesehatan dan lainnya. 

Konsep tersebut dikenal dengan Pamor RW. Namun masih perlu ditingkatkan kualitas SDM dilapangan agar lebih memberikan kepuasan minimal bagi masyarakat, diantaranya adalah dengan menberikan reward kepada skuad Pamor RW.

Konsep menjangkau layanan hingga ke RW pun sempat digagas oleh Kementrian Pertahanan RI yaitu dengan menugaskan personil TNI pada basis RW untuk penguatan tingkat keamanan dari pergerakan terorism dan lainnya.

Tantangan lainnya adalah rasionalisasi jumlah pegawai non ASN, dalam hal ini Tenaga Kerja Kontrak (TKK) dengan kekuatan keuangan daerah. 

Konsep yang digulirkan sejak 2022 kepemimpinan Plt Walikota Bekasi, tidak memberikan peluang bagi skuad TKK memberikan layanan paripurnanya kepada masyarakat dengan membuat kebijakan penghapusan TKK.

 Namun dengan tidak diiringi pengawalan peralihan TKK menjadi PPPK, hanya skuad OPD Pemadam Kebakaran yang mampu memberi jawaban kepada skuad teknis  lapangannya yang sudah berhasil hampir separuh lebih jumlah skuadnya menjadi PPPK. 

Peralihan TKK menjadi PPPK sangat kecil kemungkinannya untuk terrealisasi bagi seluruh skuad TKK, ternyata Pemerintah Kota Bekasi mengambil langkah membuat halte bagi skuad TKK menjadi Pekerja Harian Lepas melalui proses LPSE, konsep halte PHL melalui LPSE sangat menyakitkan hati seluruh skuad TKK yang terpaksa mereka ikuti prosesnya agar tetap terjaga kelangsungan pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. selain itu, direalisasikan pula pengurangan salary skuad TKK, yang semakin memperlemah layanan publik.

[cut]


Jika melihat angka PAD Rp. 5 trilyun lebih, seharusnya Pemerintahan Daerah (Walikota dan DPRD) menggunakan konsep RTPe dengan fungsi sebagai konsumen yang membeli faktor-faktor produksi untuk menghasilkan kualitas hasil produksi dalam bentuk layanan publik.

"Mutu Sumber Daya Manusia yang semakin meningkat akan membuka peluang bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja pegawai. Hasil analisis penelitian berdasarkan Koefisien Korelasi Spearman adalah sebesar +0,7859 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif (berbanding lurus) dan cukup kuat antara manajemen mutu sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai dan hasil analisis Uji Zhitung(7,62054) Ztabel (2,575)", hasil penelitian Andreas Suwani, 2005, Jurnal Program Magister Ilmu Sosial Universitas Tanjungpura.

Jadi tidak perlu muncul kekhawatiran bagi Pemerintah dan DPRD Kota Bekasi dalam mengalokasikan dana untuk cabang produksi SDM skuad aparatur non-ASN. 

Pengurangan salary skuad TKK membawa pertanyaan selanjiynya yaitu dialokasikan untuk cabang produksi apa? apakah realokasi sisa anggaran tersebut berdampak pada aspek mutu layanan publik? jika direalokasikan pada hal lain tentu sangat tidak berpengaruh terhadap mutu skuad TKK yang justru banyak stakeholder di Kota Bekasi memberikan acungan jempol bagi skuad TKK yang mampu memperkuat manajemen dan layanan publik.

Terlihat jelas bahwa diberlakukan pengecatan bangunan publik dengan warna yang sama dengan warna partainya, itu sangat mencederai para pendahulu yang mengagas terbentuknya Otonomi Pemerintahan Kota Bekasi.

Plt Walikota yang diangkat menjadi walikota bekasi walaupun hanya sebulan, seperti memberikan mimpi buruk bagi skuad TKK di Kota Bekasi. 

Padahal keterpilihannya sebagai wakil walikota bekasi itu berkat skuad TKK yang memilihnya di TPS dalam Pilkada 2018 yang lalu. Apakah mimpi buruk skuad TKK menjadi mimpi buruk bagi Walikota sebulan pada saat Pilkada 2024 akhir tahun ini? kita kembalikan saja lagi kepada skuad TKK.

Penulis: Syafrudin, SIP- Pemerhati Kebijakan Daerah.
Share:
Komentar

Berita Terkini