LBH Benteng Perjuangan Rakyat Pertanyakan Banyak Fasum di Perumnas 2 Kayuringin Jadi Kantor

Redaktur author photo
Tiang-tiang bangunan sudah berdiri disinyalir di atas lahan fasos fasum

inijabar.com, Kota Bekasi - Warga  Perumnas 2 Kayuringin Jaya mempertanyakan pembangunan di lahan fasos fasum persis di belakang kantor Bawaslu Kota Bekasi.

Warga bernama Andi Muhammad Yusuf yang juga Ketua LBH Benteng Perjuangan Rakyat tersebut mengaku belum ada kordinasi dari pengurus lingkungan terkait pembangunan tersebut.

"Saya dengar katanya akan dibangun untuk dinas kebersihan. Hingga kini belum ada kordinasi pembangunan itu di  lahan fasos fasum,"ujarnya. Senin (15/9/2025)

Pria yang akrab disapa Bang Yusuf ini menyayangkan, jika lahan fasos fasum bukan untuk kepentingan publik dan lingkungan.

"Jika benar bangunan yang sedang dikerjakan itu  merupakan tanah fasum Perumnas 2 Kayuringin Kota Bekasi, yang peruntukannya harus untuk kepentingan publik," ucapnya.

Yusuf menjelaskan,  seharusnya tanah fasum adalah lahan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum, seperti taman, jalan, atau ruang terbuka hijau.

"Dengan kata lain, tanah fasum adalah lahan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum, seperti taman, jalan, atau ruang terbuka hijau," jelasnya.

"Dalam konteks pengembangan permukiman atau kawasan perumahan, fasum disebut juga sebagai prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Jadi, fasum dapat dianggap sebagai bagian dari PSU," tuturnya.

Dia menegaskan, aturan mengenai tanah fasum telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur kewajiban pengembang menyediakan fasum dan fasos.

"Berdasarkan Pasal 47 UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, disebutkan bahwa pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang," jelasnya.

Yusuf juga menerangkan, jalur kepemilikan tanah fasum, yang pada awalnya dimiliki pengembang namun harus diserahkan kepada pemerintah daerah setempat, setelah pembangunan selesai sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Namun, setelah pembangunan perumahan selesai dan proses serah terima dilakukan, status kepemilikan tanah fasum biasanya berpindah ke pemerintah daerah atau instansi terkait," imbuhnya.

Terkait penggunaan tanah fasum yang tidak sesuai peruntukan, Andi memperingatkan adanya sanksi hukum yang berat. Mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pelanggaran dapat dikenakan berbagai sanksi mulai dari peringatan tertulis hingga sanksi pidana.

"Setiap orang yang melanggar ketentuan dapat dikenakan sanksi peringatan tertulis, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, denda administratif, hingga sanksi pidana," tegas Andi.

Lebih lanjut, ia mengutip Pasal 69 UU No. 26 Tahun 2007, yang menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda hingga Rp500 juta bagi pelanggar. 

"Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000," tandasnya.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini