![]() |
Keluarga pasien saat bertemu dengan Duty Manager Rena Megawati sebagai perwakilan dari RS EMC Pekayon |
inijabar.com, Kota Bekasi- Terkait kebijakan Rumah Sakit EMC Pekayon yang diduga memaksa seorang pasien bernama Sahat Pintor Hutajulu (73) dalam kondisi koma untuk dipulangkan kerumahnya.
Sikap RS EMC tersebut membuat keluarga pasien kecewa yang dinilai tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Kejadian berawal pada 24 Agustus 2025 malam, saat pasien dibawa ke RS EMC Pekayon dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Pasien kemudian masuk ruang ICU pada 3 September 2025. Namun, pihak rumah sakit disebut meminta keluarga mencari rujukan secara mandiri. Jika rujukan diperoleh, RS akan menyiapkan ambulans untuk mengantar pasien.
Karena keluarga tidak memiliki jaringan rujukan, akhirnya pasien justru diminta pulang dengan alasan kondisinya stabil. Padahal, menurut keluarga, pasien sama sekali belum menunjukkan perubahan kondisi dan tetap tidak sadar seperti pertama kali masuk rumah sakit.
Sekitar pukul 18.30 WIB, pasien dijemput langsung dari ruang ICU dan dibawa ke RS Primaya Bekasi Barat Kalimalang. Saat dipindahkan, pasien dalam kondisi koma tanpa alat medis yang terpasang.
Di RS Primaya, hasil laboratorium menunjukkan jumlah sel darah putih pasien meningkat hingga 25 ribu, jauh di atas batas normal 10 ribu.
Keluhan keluarga pasien direspon Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi Ahmadi yang menilai tindakan RS EMC Pekayon sangat merugikan pasien dan keluarga.
“Artinya kami keluarga pasien ini merasa kecewa dengan perlakuan rumah sakit. Diputus secara sepihak, padahal pasien tidak sadar. Disayangkan juga, karena dipindah melalui ambulans yang tidak capable. Harusnya itu ambulans yang punya ventilator grade A, lengkap dengan oksigen dan perawat pendamping,”ujar anggota dewan asal PKB. Minggu (7/9/2025) malam.
Ahmadi menyatakan, DPRD akan meminta Komisi IV memanggil pihak rumah sakit EMC dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi.
“Kalau ada kesalahan, tentu harus ditindak. Rumah sakit tujuannya melayani dengan sepenuh hati. Jangan sampai masyarakat kecewa karena orang tuanya yang belum sadar justru dikeluarkan dari ICU,” ujarnya.
Sementara itu, Keluarga pasien, Jeriko (42), juga mengkritik sejumlah kejanggalan yang mereka alami. Ia menilai komunikasi medis dan administrasi tidak transparan.
“Kalau yang 11 poin itu intinya SOP rumah sakit. Tapi ada juga pertanyaan dokter yang menurut saya konyol, ‘goal-nya pasien maunya apa?’ Ya tentu saja maunya sehat, bukan tidak sadarkan diri,” tuturnya kesal.
Jeriko juga menyoroti risalah pulang pasien yang tercatat seolah menjalani perawatan rawat inap selama 12 hari.
“Padahal faktanya tetap di ICU. Ambulans yang kami telepon mandiri mengambil langsung dari ICU, bukan rawat inap. Itu jadi pertanyaan juga,” jelas Jeriko.
Dia menambahkan, RS Primaya sempat menolak menerima pasien karena kondisi tidak memungkinkan untuk dipulangkan.
“Akhirnya kami mohon dan pasien masuk ICU. Karena penuh, lalu dirujuk ke RS Ananda, dan di sana langsung dipasang ventilator. Itu membuktikan selama di EMC ventilator tidak pernah terpasang,” ungkap Jeriko.
Hingga kini, pasien dirawat di ICU RS Ananda dengan ventilator terpasang. Kasus ini akan ditindaklanjuti Komisi IV DPRD Kota Bekasi bersama Dinas Kesehatan guna memastikan standar pelayanan kesehatan dijalankan sesuai aturan.(firman)