INIJABAR.COM, Cianjur
– Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat, Tohari Sastra membenarkan, soal lima pejabat yang diberhentikan
secara tidak hormat dan satu pejabat lainnya masih diberhentikan sementara
lantaran melakukan tindak pidana korupsi.
Keenam Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut yakni EI, HK,
AA, GJ, MJ, dan DM.
Lima di antaranya sudah mendapatkan vonis bahkan telah
menjalankan masa tahannya. Sementara satu lainnya, yaitu DM masih dalam proses
inkrah atau putusan sehingga statusnya diberhentikan sementara.
”Untuk EI, HK, AA, GJ, dan MJ sudah diberhentikan secara
tidak hormat pada akhir Oktober 2018,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, pengambilan dan penerapan sanksi tegas
hingga pemberhentian tersebut didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta
Kepala Badan Kepegawaian Nasional, nomor 182/6597/SJ, nomor 15/2018, dan nomor
153/KEP/2018 pada 13 September 2018.
Surat Keputusan Bersama (SKB) itu berisi tentang penegakan
hukum terhadap pegawai negeri sipil yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana
kejahatan jabatan atau tidak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan.
”Itu juga berlaku untuk tindak pidana korupsi, sebab
berhubungan dengan jabatannya,” ucapnya.
Tohari menambahkan, jika tidak diterapkan sanksi tersebut,
maka ada penjatuhan sanksi kepada pejabat pembina kepegawaian dan pejabat yang
berwenang.
”Batas akhirnya sebenarnya Desember, tapi segera kami
berikan sanksi dan diteapkan pada lima orang serta yang satu lagi menunggu
putusan pengadilan. Kalau tidak, Kepala BKPPD, sekda, hingga kepala daerah
yang terkena sanksi,” ucapnya.
Dia memaparkan kelima orang yang sudah diberhentikan
tersebut telah ada yang menjalani hukumannya di penjara dan ada yang baru-baru
ini divonis. Belum adanya penekanan atas regulasi sebelumnya, membuat pemkab
baru menetapkan sanksi berat setelah keluarnya SKB.
”Dalam aturan sebelumnya dipersepsikan yang di atas dua
tahun hukuman baru dikenakan sanksi terberat, yakni pemberhentian. Tapi dalam
SKB ini dipertegas, jadi berapapun masa hukumannya tetap diberhentikan,” tandasnya.