Menahan Diri Menerima Apapun Putusan MK

Redaktur author photo

DALAM Pasal 1 ayat (3) UUD NKRI 1945, dinyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara hukum” yang mengartikan Indonesia adalah Negara yang berlandaskan hukum dan siapapun, apapun dan bagaimanapun kita semua harus tunduk kepada hukum yang ada di NKRI ini khususnya atas produk hukum seperti halnya Putusan Pengadilan salah satunya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pada tanggal 27 Juni 2019 akan dijatuhkan putusan terhadap perkara nasional yang menjadi sorotan publik yaitu sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 antara kubu 02 (Prabowo-Sandi) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kubu 01 (Jokowi-Ma’ruf).

MK dalam menjatuhkan putusan harus di dasari dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti dan keyakinan hakim sesuai dengan Pasal 45 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Alat bukti yang sah dalam persidangan MK sesuai dengan Pasal 36 UU MK yaitu :
a.surat atau tulisan; b.keterangan  saksi; c.keterangan ahli; d.keterangan para pihak; e.petunjuk; dan f.alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Selain yang disebutkan dalam Pasal 36 UU MK itu bukanlah merupakan alat bukti yang sah. Banyaknya perdebatan maupun pendapat-pendapat masyarakat terhadap perkara sengketa Pilpres 2019 ini.

Terdapat 2 kubu, mereka saling beragumentasi seperti halnya pihak kubu 02 Danhil A.Simanjuntak selaku Koordinator Jubir BPN Prabowo-Sandi, mengatakan dalam wawancara KompasTV:

“Yang jelas kami punya keyakinan apabila hakim itu berpijak pada perspektif atau paradigma kualitatif, paradigma TSM, dimana kejujuran dan keadilan sebagai prinsip dasar demokrasi dan pemilu itu harus ditegakkan maka kami yakin tuntutan kami itu bisa dikabulkan oleh Hakim MK,"ujarnya.

Sedangkan sedangkan pihak KPU Arief Budiman selaku Ketua KPU, mengatakan usai persidangan di Gedung MK Jakarta Jumat 21 Juni 2019 pada viva.co.id:

“Selanjutnya saya pikir semua pihak harus mempercayakan kepada Mahkamah Konstitusi, dan kami percaya bahwa mahkamah akan memutuskan yang seadil-adilnya.” ungkapnya.

Sedangkan pihak kubu 01 Yusril Ihza Mahendra selaku Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma’ruf, mengatakan dalam wawancara KompasTV:

“InsyaAllah apa yang kami kemukakan dipersidangan ini adalah benar, terbukti dan secara sah dan menyakinkan bahwa permohonan pemohon sebenarnya tidak berhasil membuktikan apa dalil permohonannya dan kalau seperti itu keadaanya saya kira dalam dugaan saya Majelis Hakim tentu akan menolak permohonan pemohon seluruhnya,"katanya.

Dalam hal ini saya tidak akan mengomentari, menilai maupun memberikan pendapat terhadap perkara sengketa Pilpres 2019 ini. Karena Negara Indonesia adalah Negara Hukum dan Putusan MK adalah putusan yang final dan mengikat (final and binding),

Maka kita sebagai warga negara yang baik dan seluruh pihak baik itu Pihak 01, KPU maupun Pihak 02 apapun itu putusannya mau dikabulkan atau ditolak atau tidak dapat diterima semuanya harus menaatinya terhadap putusan MK dalam perkara sengketa Pilpres 2019 ini agar pemimpin-pemimpin negara kita dapat melaksanakan tugasnya dan konsentrasi terhadap pembangunan negara ini untuk kepentingan masyarakat.

Dan menurut saya apabila pasca putusan ini masih ada yang melakukan tindakan-tindakan diluar hukum, aparat penegak hukum harus bertindak secara tegas agar tidak adanya main hakim sendiri dan tidak perlu ada toleransi lagi.

Marilah kita semua saling menjunjung tinggi hukum dan keadilan agar tidak adanya perselisihan yang dapat memecah belahkan NKRI. Sama-sama kita membangun negara Indonesia menjadi negara yang damai dan tentram dan saling silaturahmi terhadap satu sama lain dan untuk pihak yang menang jangan merasa besar hati dan menganggap bahwa dirinya bisa sewenang-wenang dan untuk pihak yang kalah harus menghargai dan menerima apapun yang menjadi keputusan MK.

Penulis; Gracia Panggabean, SH
Pemerhati Hukum, Alumni Fakultas Hukum Univ.Pancasila 2019
Share:
Komentar

Berita Terkini