inijabar.com, Kabupaten Bekasi- Ketua BEM STEBI Global Mulya, Sunandar mendesak Pemerintah Kabupaten Bekasi memberi sanksi kepada Jababeka yang telah melanggar UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air. Pasalnya, Jababeka diduga mengkomersialisi pengelolaan air kepada masyarakat Desa Mekarmukti.
Padahal, melalui pembatalan UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan larangan terhadap privatisasi air dan menjadikan air sebagai komoditas untuk mengeruk keuntungan.
"Padahal jelas MK mengatakan prioritas penggunaan air haruslah untuk pemenuhan kebutuhan harian seperti air minum dan pertanian rakyat. Jadi sebelum hal-hal itu terpenuhi, tidak boleh ada pemanfaatan lain atas air, terutama komersialisasi oleh pihak-pihak swasta," tuturnya kepada inijabar.com, Kamis (18/11/2021)
Sunandar menambahkan, kelalaian dan ketidakseriusan pemerintah Kabupaten Bekasi dalam pengelolaan sumber daya air yang benar, adil, dan berkelanjutan terlihat dari belum juga dilakukannya perbaikan Perda no 1 Tahun 2012 tentang pengelolaan air tanah.
"Ketidak becusan juga terlihat oleh Pemkab Bekasi yang hanya membiarkan swasta mengkomersilkan air tanah, tidak hanya di situ saja Perdanya pun seakan mengentampingkan peraturan yang Undang-undang diatasnya. Padahal dalam membentuk sebuah norma hukum, peraturan, jangan sampai mengenyampingkan asas yang merupakan jenjang di atasnya,"ungkapnya.
Privatisasi air, kata sunandar, telah membuat masyarakat harus bergantung pada pihak-pihak yang diberikan izin pengelolaan sumber air.
Sementara itu, pengelola air bersih Sumber Hurif Abadi, Sadim Bahrudin mengatakan, pihaknya sudah membeli air ke pihak Jababeka dengan alasan mendesak karena langkanya air pada tahun 2007 silam
"Ngga kerjasama, cuma kita meminta karena masyarakatnya sulitnya air waktu itu, itu mah kalau 5 m³ yah bayar cuma harganya lebih murah, makanya air yang saya kelola airnya lebih murah dari PDAM," ucapnya. (Mam)