![]() |
Salah satu jalan rusak di Kabupaten Garut |
inijabar.com, Garut- Belum lama ini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyinggung bantuan hibah provinsi Jawa Barat untuk pondok pesantren dan lembaga keagamaan paling besar se Jabar. Namun infrastruktur jalan di Garut banyak yang rusak.
Sindiran Dedi Mulyadi terkait jalan rusak tersebut senafas dengan harapan masyarakat Kabupaten Garut untuk menikmati jalan yang mulus dan nyaman kembali kandas.
Pemerhati Kebijakan Publik di Garut, Dudi Supriyadi mengungkapkan, ibarat mimpi yang terus dijanjikan namun tak kunjung menjadi nyata, target kemantapan jalan sebesar 57,92 persen yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019–2024 kini tinggal angka tanpa makna.
Padahal, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 yang telah diperbarui melalui Perda Nomor 5 Tahun 2021 dengan tegas menyebutkan peningkatan kemantapan jalan sebagai prioritas utama.
Namun, kenyataan berkata lain. Kerusakan jalan justru merata, dari pusat kota hingga pelosok desa. Alih-alih menjadi pondasi kemajuan, infrastruktur jalan Garut kini menjadi simbol kegagalan birokrasi dalam menepati janji pembangunan.
Apa sebenarnya akar persoalan ini? Apakah terbatasnya anggaran menjadi satu-satunya biang keladi, atau ada persoalan lebih dalam yang membelit manajemen pembangunan infrastruktur?.
Dinas PUPR Garut menyebut bahwa untuk menangani 342 ruas jalan kabupaten sepanjang 1.022,24 km, dibutuhkan dana sebesar Rp28,79 miliar. Ironisnya, yang terealisasi hanya Rp4,38 miliar. Kesenjangan anggaran ini bukan sekadar soal angka, melainkan cerminan nyata dari rendahnya perhatian terhadap aspek vital pembangunan daerah.
Dudi menilai problem jalan rusak tak cukup diselesaikan lewat alasan anggaran semata, tetapi juga mencakup lemahnya koordinasi lintas sektor dan buruknya kualitas pelaksanaan proyek.
[cut]
“Kemantapan jalan tidak bisa diserahkan pada mekanisme rutin dan prosedur normatif. Harus ada pendekatan menyeluruh, dari hulu ke hilir, perencanaan, pendanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi menyeluruh atas kinerja SKPD,” ujar Dudi. Selasa (6/5/2025)
Ia mendesak DPRD Garut untuk tidak lagi hanya duduk dalam rapat, tetapi turun langsung, bahkan jika perlu, melakukan audit teknis dan investigasi menyeluruh terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Tak hanya mengkritik, Dudi juga mendorong agar penyusunan RPJMD 2025–2029 tidak kembali terjebak pada target-target semu yang hanya memperindah dokumen, namun miskin realisasi. Ia menekankan pentingnya indikator yang realistis, terukur, dan selaras dengan arah pembangunan nasional.
Jalan-jalan di Garut bukan sekadar jalur penghubung. Mereka adalah refleksi dari kualitas tata kelola anggaran, komitmen politik, dan kepedulian terhadap nasib rakyat. Ketika jalan-jalan itu rusak, maka yang runtuh bukan hanya infrastruktur, tetapi juga kepercayaan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan masa depan daerah.
Kepala Dinas PUPR Garut, Agus Ismail, tak menampik kenyataan pahit ini. Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2020, saat pandemi COVID-19 melanda, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam hal pembiayaan pembangunan, khususnya di sektor infrastruktur.
Untuk menyesuaikan kondisi tersebut, dilakukan realokasi, refocusing, serta efisiensi anggaran secara menyeluruh. Dampak dari kebijakan tersebut sangat terasa pada anggaran pemeliharaan dan pembangunan jalan.
Pada tahun 2020, Pemerintah Daerah masih mampu mengalokasikan anggaran pemeliharaan jalan sebesar Rp19 miliar. Namun, anggaran ini terus mengalami penurunan drastis: Tahun 2021 menjadi Rp14 miliar Tahun 2022 turun lagi menjadi Rp10 miliar Tahun 2023 hanya sebesar Rp7 miliar Dan pada tahun 2024, tinggal Rp5 miliar.
[cut]
Penurunan anggaran ini berimplikasi langsung terhadap peningkatan tingkat kerusakan infrastruktur jalan di Kabupaten Garut. Kondisi ini diperburuk oleh berbagai faktor eksternal, seperti bencana hidrometeorologi yang kerap terjadi, serta semakin tingginya volume lalu lintas kendaraan.
Dengan keterbatasan anggaran yang ada, kami terus berupaya melakukan pemeliharaan jalan secara prioritas dan efisien, sembari mendorong sinergi antar pihak serta mencari peluang pembiayaan alternatif untuk mempercepat perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat(ujang)