![]() |
Siswa SMP Dama Patria Kota Bekasi |
inijabar.com, Kota Bekasi - Kondisi memprihatinkan dialami oleh SMP Dama Patria Perum 1 Kota Bekasi, yang hanya berhasil merekrut sembilan siswa baru pada tahun ini.
Usai proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Kota Bekasi tahun 2025 sekolah swasta tersebut mengalami penurunan drastis jumlah siswa baru hingga 90 persen.
Wakil Kepala Yayasan Pendidikan SMP Dama Patria, Pudio Bayu, mengungkapkan, angka tersebut anjlok drastis dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 99 siswa.
"Kami sangat prihatin. Tahun lalu kami bisa menerima hingga 99 siswa, sekarang hanya sembilan. Ini jauh dari target dan sangat mengkhawatirkan keberlangsungan sekolah," ungkapnya. Kamis (17/7/2025).
Dampak penurunan siswa baru itu langsung terasa pada aspek pembiayaan operasional sekolah, terutama dalam hal pembayaran gaji tenaga pendidik yang sudah tersertifikasi.
Bayu mengakui, pihaknya menghadapi dilema berat dalam mempertahankan kualitas pendidikan dengan keterbatasan finansial yang ada.
"Kami punya guru-guru yang sudah terverifikasi. Tapi dengan jumlah siswa yang sangat minim, bagaimana kami bisa membayar gaji mereka? Ini sedang kami pikirkan serius," jelasnya dengan nada sedih.
Ia menilai, kondisi tersebut patut menjadi perhatian serius pemerintah Kota Bekasi, karena berpotensi mematikan sekolah swasta yang selama ini ikut berkontribusi dalam dunia pendidikan.
Kritik tajam dilontarkan Bayu terkait pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyebut jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri bisa mencapai 50 orang.
"Kalau rombel boleh sampai 50 siswa, lalu ada pendaftaran offline yang tidak transparan, ini tentu sangat merugikan sekolah swasta. Saya dapat banyak laporan tentang praktik seperti itu," tegasnya.
Bayu juga menyoroti ironi yang terjadi, ketika sekolah swasta menawarkan biaya pendidikan yang sangat terjangkau namun tetap tidak diminati. SMP Dama Patria bahkan menetapkan SPP hanya Rp175.000 per bulan tanpa pungutan uang pangkal.
"SPP di sekolah kami hanya Rp175.000 per bulan. Kami juga tidak menarik uang pangkal. Tapi kenapa tetap tak mendapat siswa?" keluhnya.
Fenomena ini menurut Bayu, menunjukkan adanya ketimpangan dalam sistem penerimaan siswa baru, yang cenderung menguntungkan sekolah negeri.
"Sekolah swasta yang sudah berjuang mempertahankan kualitas pendidikan dengan biaya terjangkau, justru terpinggirkan oleh sistem yang tidak memberikan ruang kompetisi yang adil," paparnya.
Bayu menyatakan, kondisi tersebut juga berpotensi mengganggu ekosistem pendidikan, yang seharusnya inklusif dan merata.
"Jika sekolah swasta terus mengalami penurunan siswa, maka pilihan pendidikan bagi masyarakat akan semakin terbatas dan beban sekolah negeri akan semakin berat," ucapnya.
Bayu berharap, pemerintah dapat segera mengevaluasi sistem penerimaan peserta didik baru, agar keberadaan sekolah swasta tetap mendapat ruang dan dukungan yang adil. Evaluasi menyeluruh terhadap SPMB dan PPDB diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem pendidikan.
"Kami berharap pemerintah dapat mengevaluasi sistem penerimaan peserta didik baru, agar keberadaan sekolah swasta tetap mendapat ruang dan dukungan yang adil, terutama dalam menjaga ekosistem pendidikan yang inklusif dan merata," pungkasnya. (Pandu)