Indonesian Humanitarian Dialogue 2025 Bahas Rumah Ibadah Tahan Bencana

Redaktur author photo
Indonesian Humanitarian Dialogue 2025 yang digelar HFI

inijabar.com, Jakarta - Indonesian Humanitarian Dialogue 2025 yang digelar Humanitarian Forum Indonesia (HFI), menegaskan pentingnya kolaborasi lintas iman dalam memperkuat respons kemanusiaan Indonesia, di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Forum yang menghadirkan ratusan peserta dari pemerintah, lembaga internasional, komunitas agama, dan akademisi tersebut mengusung tema 'Harmonisasi menuju Dampak – Kolaborasi Kemanusiaan yang Berkelanjutan dan Bermartabat'.

Acara yang sekaligus bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-17 HFI itu, menghasilkan terobosan melalui penandatanganan Policy Brief Rumah Ibadah Tangguh Bencana. 

Inisiatif tersebut menempatkan rumah ibadah, sebagai simpul ketangguhan masyarakat di tingkat akar rumput dan menghubungkan lembaga berbasis agama  dengan sistem tanggap bencana nasional.

"Kerja bersama bukan sekadar aktivitas, tetapi alasan HFI tetap hadir hingga hari ini. Kekuatan lintas iman menjaga langkah kemanusiaan tetap berlangsung," ujar Ketua Umum HFI, Muhammad Ali Yusuf.

Ali mengatakan, NGO bersama tokoh agama, pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), dan jemaah telah berkontribusi besar dalam penanganan bencana seperti tsunami Aceh 2004, gempa Cianjur 2022, dan gempa Palu 2018.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menekankan bahwa Indonesia menghadapi 4.000-5.000 kasus bencana per tahun dengan kerugian mencapai Rp 600 triliun annually.

[cut]


"Indonesia ini gudangnya bencana, kita harus tahu mana yang kurang, sehingga kita semua harus mendukung Gerakan Kita Tangguh," kata Pratikno.

Pratikno menjelaskan, tantangan pemerintah adalah dalam menjaga keseimbangan, antara kecepatan respons dengan akuntabilitas tata kelola sebagai kebutuhan masyarakat.

"Sinergi ini yang penting bagi kita adalah untuk tata kelola, di satu sisi kita harus merespon secepat mungkin kebutuhan masyarakat, di sisi lain kita harus mengikuti tata akuntabilitas," paparnya.

Pratikno menyatakan, mekanisme Dana Siap Pakai (DSP) saat ini hanya dapat digunakan dalam kondisi tanggap darurat, sementara pembangunan hunian tetap memerlukan skema hibah dari Kementerian Keuangan yang mensyaratkan dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (R3P).

Di tempat yang sama, Menteri Agama, Nasaruddin Umar, yang tampil sebagai pembicara kedua, menekankan pentingnya agama sebagai kompas moral dalam kerja kemanusiaan.

"Agama harus menjadi direction kita. Jika agama memandu, kerja kemanusiaan akan melahirkan kebaikan. Apa yang dilakukan HFI sangat tepat," ungkapnya.

Pemerintah akan menerapkan skema Hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) di delapan wilayah yang masih menghadapi persoalan hunian tetap, yakni Kabupaten Lebak (Banten), Kabupaten Mamuju dan Majene (Sulawesi Barat), Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), Kabupaten Nduga (Papua Pegunungan), Kabupaten Nagakeo (NTT), serta Provinsi Bali.

[cut]


Senada, Presiden Human Initiative, Tomy Hendrajati menambahkan, bahwa kolaborasi dapat menyelesaikan berbagai masalah kemanusiaan.

"Dengan membawa kekuatan bersama, hal-hal kecil pun bisa kita lakukan bersama-sama untuk memperkuat peran masyarakat," pungkasnya.

Diketahui, sebanyak 20 NGO anggota HFI berkomitmen dalam kolaborasi kemanusiaan berkelanjutan, di antaranya MDMC, Dompet Dhuafa, Wahana Visi, Caritas, Human Initiative, Rumah Zakat, LPBI NU, Baznas, dan ADRA.

Indonesian Humanitarian Dialogue 2025, ditutup dengan semangat memperkuat kerja bersama berbasis bukti dan meneguhkan solidaritas lintas iman, sebagai fondasi kemanusiaan Indonesia dalam menghadapi tantangan bencana yang semakin kompleks. (Pandu)

Share:
Komentar

Berita Terkini