![]() |
| diskusi Forum Indoraya Today Institute dengan mengusung tema 'Mimpi Sekolah Gratis di Kota Penyangga: Efektivitas dan Tantangan Program RSSG Depok' |
inijabar.com, Depok – Guna mengembangkan program Rintisan Sekolah Swasta Gratis (RSSG), Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Pendidikan menggandeng Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bekerja sama dalam hal pendampingan pendidikan mulai dari peningkatan kualitas pembelajaran, pelatihan manajemen sekolah hingga penguatan kurikulum.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Kota Depok, Muhamad Yusuf usai menjadi pembicara pada acara diskusi Forum Indoraya Today Institute dengan mengusung tema 'Mimpi Sekolah Gratis di Kota Penyangga: Efektivitas dan Tantangan Program RSSG Depok' yang digelar, di kawasan Jalan Pemuda, Kota Depok, Rabu (19/11/2025).
“Salah satunya yang tengah kita lakukan sekarang dimulai dari peningkatan kualitas guru, dengan menggandeng UNJ. Jadi ketika mereka sudah berjalan kita akan memastikan ada pendampingan khusus gitu dari UNJ dengan harapan bisa merata untuk bergabung di 49 sekolah RSSG, karena masih banyak yang belum tahu,” ujar Yusuf kepada wartawan.
Yusuf juga menyatakan, untuk menjawab tantangan program tersebut pihaknya akan melakukan langkah awal yakni dengan memastikan dahulu kapasitas sekolah negeri agar bisa terpenuhi secara optimal. Kemudian dari sekolah swastanya itu sendiri juga mulai digencarkan untuk memperkenalkan program RSSG.
“Bahkan sudah banyak kami lihat ke sekolah lainnya gitu. Makanya SPMB tahun depan kita juga akan usahakan bergandengan antara SMP negeri dengan sekolah swasta yang akan kita jadikan satu,” kata Yusuf.
Dia menjelaskan, agar calon siswa dapat memiliki dua opsi ketika hendak melanjutkan ke SMP dengan kualitas pendidikan yang sama-sama setara dengan SMP Negeri.
“Jadi kita bisa memastikan, bahwa ketika mereka (calon siswa) tidak bisa masuk di sekolah negeri. Mereka tetap masih bisa bersekolah dengan kondisi seperti itu tadi,” ucap Yusuf.
Sebagaimana diketahui, kata Yusuf, jumlah SMP Negeri di Kota Depok saat ini sebanyak 34 sekolah, sedangkan SMP swasta ada sekitar 213 sekolah. SD Negeri sebanyak 206 sekolah.
“Sebenarnya kan tuntutan masyarakat Madrasah atau MI itu lulusannya sekitar 33.000 siswa. Sementara daya tampung sekolah negeri hanya mampu menyerap 11.000 siswa, artinya logikanya kalau mau menampung semua itu kita harus membikin 34 sekolah kali dua lagi,” jelasnya.
[cut]
Maka itu, Kabid Yusuf menambahkan, sejalan dengan pemikiran Wali Kota solusi ke depan adalah pihaknya akan mulai membangun peningkatan kualitas pendidikannya bagi sekolah swasta terutama yang bergabung dalam program RSSG.
“Jadi tidak masalah sekolah negerinya tidak bertambah, tapi ada sekolah-sekolah yang diperlakukan sama seperti sekolah negeri. Mungkin bicara kualitasnya juga kita usahakan ditingkatkan, karena banyak juga sekolah swasta yang sebetulnya bangunannya bagus tapi kualitas pembelajarannya kurang itu kan problem juga kenapa jadi seperti itu,” ungkap Yusuf.
Mungkin setelah itu, kata Yusuf, intervensi pendanaan Pemkot Depok akan difokuskan dahulu bantuan pembiayaannya dalam sisi pembinaan guru. Meski saat ini belum sampai kepada sarana dan prasarana.
“Yang terpenting kita ingin memastikan bahwa setiap anak di Depok yang hendak melanjutkan SMP mereka semuanya bisa sekolah, wajib mereka sekolah. Maka kami juga mohon dukungannya dari berbagai pihak supaya dilancarkan program RSSG ini,” tandasnya
Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD Kota Depok, Siswanto yang turut hadir menjadi pembicara mengungkapkan, program RSSG dirancang sekaligus untuk menjawab masalah laten dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP yang kerap diwarnai praktik percaloan.
Menurutnya, momentum itu pernah dimanfaatkan sejumlah pihak untuk meraup keuntungan dari jual beli bangku sekolah negeri.
“Ini sudah komitmen bersama untuk dihilangkan. RSSG adalah jawaban konkret agar praktik itu tidak berulang,” ujar Siswanto.
Namun, kata dia, kesiapan teknis menjadi tantangan awal. Sebelum juknis tersusun, Depok akhirnya meniru pola SPMB dengan skema afirmasi, zonasi, dan prestasi kemudian diaplikasikan ke sekolah swasta penerima siswa gratis.
“Ini keputusan cepat. Yang penting prinsip kesetaraannya berjalan,” ucapnya.
[cut]
Namun demikian, Siswanto mengakui tidak semua sekolah swasta tertarik bergabung. Dari ratusan SMP swasta di Depok, kata dia, hanya sekitar 49 SMP yang menandatangani kerja sama, dan daya tampungnya pun belum sepenuhnya terisi. Dari target kuota 5.000 siswa, hanya sekitar 3.000 siswa yang akhirnya memilih sekolah lewat program RSSG.
Siswanto menilai faktor sarana-prasarana disebut menjadi penyebab utama minimnya minat. Dia mencontohkan kasus di Kelurahan Bojong Pondok Terong, Depok, di mana dua sekolah yang menyediakan total kuota 110 kursi hanya terisi 31 siswa.
“Fasilitasnya sangat terbatas. Orang tua dari keluarga kurang mampu pun tetap menolak jika sekolahnya dinilai tidak layak,” kata Siswanto.
Selain itu, menurutnya waktu sosialisasi yang mepet dan mekanisme pendaftaran yang terpusat di Balai Kota sempat membuat proses tidak efektif.
“Masyarakat yang tidak sempat datang akhirnya memilih sekolah swasta lain yang tidak ikut program,” ucapnya.
Meski begitu, Siswanto menyebut program RSSG sebagai langkah berani yang seharusnya diapresiasi. Dia menilai Depok tidak sekadar merespons aturan, tetapi benar-benar mencoba membongkar hambatan akses pendidikan.
“Ketika daerah lain seperti Bekasi masih menunggu juknis, Depok sudah bergerak. Ini progresif,” pungkasnya.
Dia mengatakan, anggaran pendidikan Depok yang mencapai 30 persen dari APBD itu harus menghasilkan program konkret, bukan sekadar belanja pegawai.
[cut]
“Output-nya harus jelas: masyarakat mendapatkan akses pendidikan murah dan layak,” tegasnya.
Sementara Praktisi Pendidikan, Rifky Pratama menilai bahwa program RSSG yang digagas pertama kalinya oleh Pemkot Depok tersebut merupakan program yang mulia. Karena merupakan jembatan solusi bagi warga tak mampu serta yang tak tertampung di sekolah negeri agar tetap bisa melanjutkan pendidikan layak.
“Jadi ini adalah program yang mulia, program yang bagus namun pada implementasinya di tahun yang pertama kita bisa lihat buka datanya dari kuota yang diberikan 5.000 siswa, namun hanya baru tercukupi kurang lebih 50 persen. Artinya temuan di lapangan juga menyampaikan bahwa ada stereotipe gitu ya, kepercayaan publik meski kategorinya warga kurang mampu tapi punya transistor terhadap sekolah gratis swasta itu sendiri,” ujar Rifky.
Menurutnya ini menjadi tantangan ke depannya bahwa branding dari program RSSG perlu dipadukan ulang. Kemudian lebih lanjut kata Rifky program RSSG pada tahun pertama ini justru bagaimana bisa menjadi portofolio dan pembuktian kepada masyarakat kota Depok.
“Bahwa tunjukan sekolah RSSG ini juga bisa sama kok kualitas dan kompetensinya yang diberikan kepada sekolah-sekolah yang berbayar swasta berbayar ataupun negeri yang dianggap maju gitu,” kata Rifky.
Selain itu, Rifky menilai bahwa pentingnya evaluasi dari Pemkot Kota Depok terhadap hasil dari proses program RSSG yang telah berjalan. Kata dia, harusnya juga ada proses integrasi data mulai dari kelas 6 SD sehingga bisa dilakukan pemetaan calon siswa yang nantinya dapat direkomendasikan masuk ke sekolah RSSG.
“Nah kenapa? sebenarnya pemerataan itu atau kompetensi kualitas itu bisa sama. Menurut saya karena yang pertama adalah eranya sekarang sudah berubah masuk ke industri 5.0, di mana guru bukan lagi sebagai seorang transfer knowledge saja tapi juga sebagai mentor dan sebagai quotes,” katanya.
Maka itu untuk menjawab mengenai tantangan program RSSG ke depan, Rifky menggaris bawahi bahwa ada dua poin utama yang harus diperhatikan yakni kaitannya dengan ‘Branding’ dan ‘Pembuktian’ dari kualitas kompetensi pendidikan program RSSG.
“Harapannya, jadi harus ada kolaboratif yang kuat baik dari Dinas Pendidikan maupun sekolah-sekolah swasta. Selain itu adanya solusi kuota RSSG terpenuhi sehingga mohon maaf masyarakat ekonomi bawah tidak terlalu terbebani gitu ya, untuk memaksakan anaknya di sekolahkan swasta yang berbayar, agar bisa setting money,” pungkasnya.
Menurut pantauan pada acara diskusi publik tersebut dihadiri para guru serta mahasiswa. Hadir pula narasumber dan pembicara lainnya seperti Wakil Ketua Komisi D DPRD Depok Igun Sumarno, Kabid SMP Disdik Depok, M Yusuf, dan Praktisi Pendidikan, Rifky Pratama. (Risky)







