1682 Hektar Lahan Pertanian di Jabar Alami Puso, Ironis Irigasi Banyak Yang Rusak

Redaktur author photo

inijabar.com, Bandung- Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat Hendi Jatnika mengungkapkan, sebanyak 1.682 hektare lahan pertanian padi di Jawa Barat mengalami puso pada musim kemarau tahun ini.

Jumlah itu tersebar di 12 kabupaten/kota dengan jumlah yang bervariasi. Hendi menjelaskan, puso terjadi di beberapa daerah pertanian dengan jumlah paling banyak di Kabupaten Kuningan yakni 654 hektare.

’’Lainnya seperti di Kabupaten Sukabumi 330 hektare, Garut 202 hektare, Cirebon 150 hektare, dan Cianjur 140 hektare,’’kata Hendi ketika ditemui pada acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate, Selesa, (9/7/2019).

Puso juga, sambung dia, terjadi karena adanya sejumlah irigasi yang rusak. Akibatnya, pengairan tidak maksimal karena terjadi retak-retak pada fisik irigasi sehingga pengairan tak sempurna. Bahkan, puso tahun ini mengalami peningkatan dibanding 2018. Saat itu, jumlah pusonya mencapai 2-3% dari total lahan persawahan yang ada.

Menurutnya, puso terjadi karena daerah persawahannya yang tadah hujan sehingga sudah dua bulan berturut-turut tidak terairi.

Meski begitu, dia optimistis jumlah puso di wilayahnya tidak akan bertambah karena sudah tidak ada lagi petani yang menanam padi.

Selain itu, pihaknya telah memaksimalkan pertanian agar area sawah yang ada tetap teraliri air. Salah satunya dengan melakukan pompanisasi pada sawah-sawah yang lokasinya cukup jauh dari irigasi.

Tak hanya itu, pihaknya pun mengaku sudah berkoordinasi dengan TNI dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mengatur pembagian air dari irigasi.

“TNI turun untuk pengamanan air irigasi, agar petani mendapat air yang merata. Jangan salah, pemerataan irigasi saat musim kering ini rawan,” katanya.

Dia mengaku optimistis musim kering ini tidak akan berdampak signifikan terhadap produksi padi. Dari target produksi 12 juta ton gabah kering, dia optimis akan tercapai pada akhir tahun.

“Dari 12 juta ton gabah, jadi padinya sekitar 8 juta ton. Kita optimis tercapai, karena sekarang saja produksi sudah 4 juta ton,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Operasional Dinas Pemeliharaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat, Bambang Sumanta, mengatakan, jumlah air di wilayahnya masih mencukupi hingga puncak musim kemarau pada Agustus mendatang.

“Air cukup memenuhi, 2,4 miliar meter kubik,” katanya.

Menurutnya jumlah tersebut, pemanfaatan untuk irigasi, air minum, dan industri mencapai 2,2 miliar kubik. Di antarannya untuk irigasi, Waduk Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta masih mencukupi untuk mengairi sawah di kawasan utara seperti Cirebon, Indramayu, dan Subang.

“Jadi kalau yang kekeringan, itu memang sawah tadah hujan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kelas I Bandung Tony Agus Wijaya mengatakan, saat ini musim kemarau yang terjadi di Indonesia berlangsung normal.

Kekeringan Terjadi di 7 Kabupaten dan Kota di Jabar Purwakarta Siaga Bencana Kekeringan Pandeglang Paling Rawan Kekeringan di Banten.

Tony mengatakan, dengan kondisi tersebut, BMKG memprediksi puncak kemarau akan terjadi pada Agustus. Setelah itu, pada September hingga Oktober perlahan hujan akan turun dan kemudian deras pada November.

“Perkiraan kami, iklim normal karena tidak ada El-Nino maupun La-nina yang bisa membuat pola iklim berubah,” ujar Tony. 

Meski memasuki musim kemarau, menurut Tony, terdapat beberapa daerah yang masih terdampak hujan meski intensitasnya tidak besar. Di Bandung, misalnya, pada Senin (8/7), hujan masih ada walau tidak lama.

Namun, untuk daerah pantai utara seperti Subang, Indramayu, dan Cirebon kemungkinan tidak akan ada curah hujan hingga musim kemarau berakhir.

Bahkan, di Karawang dan Indramayu, terdapat tujuh kecamatan yang hingga dua bulan ini tidak pernah tersentuh guyuran air hujan. 

“Walaupun ini masih normal, kami coba lakukan antisipasi kekeringan agar warga masih bisa mendapatkan suplai air,” kata Tony.(*)
Share:
Komentar

Berita Terkini