Kuasa Hukum Warga Sebut Belum Ada Kompensasi dari Pembangunan Menara Sutet Titik 6

Redaktur author photo




inijabar.com, Kabupaten Cirebon- Kuasa Hukum warga terdampak pembangunan menara sutet titik 6 Rudi Setianono, SH dari Firma Hukum NouRu and Associates mengatakan, pihaknya diminta oleh para ahli waris H. Kasrip yang tanahnya dijadikan lokasi pembangunan tapak tower titik 6. Namun menurutnya, sampai dengan saat ini, pembangunan mulai dilaksanakan tapi para ahli waris tersebut belum mendapatkan haknya sama sekali.


"Selain kuasa hukum ahli waris pak Kasrip, pemilik tanah pembangunan tapak tower (sutet) titik 6. Saya juga diminta sebagai kuasa hukum warga yang terdampak di dusun 4 blok Karangponcol yang sampai saat ini belum mendapatkan haknya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.


Rudi Setianono, SH  mengaku sudah melayangkan surat kepada pihak PT. CEPR yang juga ditembuskan ke Presiden RI dan Ombusman RI, juga melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cirebon dan Bupati Cirebon terkait keberatan pembangunan tapak sutet titik 6 tersebut.


"Kami sudah mengirimkan surat keberatan atas pembangunan sutet titik 6 yang masih menjadi sengketa. Tapi pihak PT. CEPR tidak memperhatikan surat permohonan kami itu. Hal ini terbukti karena pada hari Jumat kemarin, di lokasi tapak sutet titik 6 itu sudah mulai dilakukan pembangunan dengan dikawal ketat oleh TNI dan Kepolisian," paparnya.


Diakui Rudi Setianono, SH selaku kuasa hukum dari warga terdampak dan pemilik lahan tapak sutet sudah mendaftarkan gugatan persoalan tersebut ke Pengadilan Negeri Sumber dan teregister dalam perkara nomor 66pdt.G/PN.Sbr/2020, yang rencana sidang perdananya dijadwalkan pada 3 Desember 2020.


"Kami juga sudah sampaikan ke pihak-pihak terkait termasuk Forkopimda, bahwa terhadap keberatan para ahli waris almarhum H. Kasrip juga 34 warga terdampak sutet, sedang melakukan langkah pro justicia. Artinya warga ini patuh terhadap hukum dan melakukan upaya hukum secara kongkrit, dengan mematuhi hukum dan peraturan yang ada," terangnya.


Terkait dimulainya pembangunan tapak sutet titik 6 tersebut, Rudi meminta kepada para pihak untuk menghormati proses hukum yang berlaku di Republik Indonesia. Ia juga berharap para pemangku kepentingan dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dengan menghargai proses hukum yang sedang berjalan.


"Saya khawatir masyarakat tidak lagi menghargai hukum, ketika para pemangku kepentingan mulai tidak lagi peduli dengan proses hukum yang sedang berjalan. Jangan sampai ada konflik horizontal yang nantinya terjadi di masyarakat. Apa yang menjadi hak warga tentu harus diakomodir dengan baik," jelasnya.


Rudi mengatakan, terkait gugatannya yang dilayangkan ke PN Sumber diduga pihak pelaksana pembangunan sutet titik 6 melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan SPH (surat peralihan hak) atas tanah lokasi pembangunan sutet titik 6 yang diduga tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan alias unprosedural.


"Selain penerbitan SPH yang diduga unprosedural dan tidak melibatkan para ahli waris, hak para warga terdampak pun masih menjadi persoalan. Semestinya pada saat pra kontruksi, warga dilibatkan dalam hal kompensasi maupun ganti rugi. Kami yakin tujuan pemerintah baik, tetapi sangat disayangkan jika masih ada hak-hak warga yang tidak terpenuhi," tandasnya.


Sementara itu, Ketua LSM GMBI Distrik Cirebon Raya, Maman Kurtubi mengaku siap mendampingi warga masyarakat yang terdampak pembangunan sutet titik 6 tersebut. Menurutnya, warga terdampak sutet juga adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak atas perlakuan hukum yang sama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


"Warga masyarakat yang terdampak pembangunan sutet titik 6 yang berlokasi di Sipecung blok Karangponcol ini meminta kepada kami, LSM GMBI Cirebon Raya untuk mendampingi dalam memperjuangkan hak-haknya. Ini adalah sebuah wujud kepercayaan bagi kami untuk membantu menyelesaikan persoalan warga terdampak tersebut," terangnya.


Dikatakan Maman, kebanyakan warga terdampak tentunya sangat rentan dengan dampak resiko yang terjadi atas persoalan tersebut. Apalagi menurutnya, persoalan tersebut bukanlah persoalan biasa yang umum terjadi di masyarakat, sehingga rawan terjadi gesekan kepentingan yang berujung pada konflik horizontal di masyarakat.


"Hak yang diperjuangkan oleh warga terdampak ini tentunya tidak mudah. Selain harus melawan para pemangku kekuasaan, juga harus dihadapkan pada situasi yang sulit. Mereka seolah-olah ditekan dengan berbagai cara agar tidak melakukan perlawanan. Di imingi-imingi sesuatu. Dijanjikan ini itu. Bahkan bisa saja "dipaksa" dalam tanda kutip, agar seolah-olah sesuai dengan mekanisme. Hal itu diduga bisa saja terjadi untuk memuluskan kepentingan para penguasa," tegasnya.


Maman juga menyayangkan sikap arogansi oknum aparatur penegak hukum yang diduga terlalu agresif dalam menghadapi warga masyarakat yang terdampak pembangunan sutet titik 6 tersebut. Padahal menurutnya, tugas pokok Kepolisian di Indonesia adalah memelihara ketertibatan, keamanan masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.


"Sungguh ironis jika oknum aparat kepolisian sampai menakuti-nakuti masyarakat dengan persenjataan lengkap. Padahal masyarakat hanya memperjuangkan hak-haknya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Jika memang itu sampai terjadi, kami GMBI siap berdiri di depan masyarakat untuk melawan ketidakadilan dan penindasan yang terjadi. Stop pendzoliman kepada masyarakat bawah," ucapnya.


Terkait langkah yang akan dilakukan LSM GMBI Cirebon Raya, Maman akan berkonsolidasi dengan tim pakar hukumnya untuk melakukan kajian atas persoalan tersebut. Ia berkomitmen akan terus memperjuangkan hak masyarakat yang terdampak pembangunan sutet titik 6 tersebut sampai dengan tuntutan masyarakat terealisasi. (Fii)

Share:
Komentar

Berita Terkini