Penguatan Spiritualitas dan Intelektualitas Anak Usia Dini di Masa Pandemi Covid-19

Redaktur author photo




Penulis: Mugni Muhit, S.Ag, S.Pd, M.Ag.


DEGRADASI moral dan animo belajar anak usia dini mulai mencuat, antara lain akibat merebaknya wabah Covid-19. Situasi ini mendorong pemerintah untuk mempertajam dan memperkuat sistem dan model pendidikan anak usia dini, agar tidak terjerembab pada amoralisasi dan rendahnya semangat belajar. Masa golden age ini sejatinya mendapat perhatian serius terutama dari orang tuanya sendiri.


Pada satu tahun terakhir, pemerintah propinsi jawa barat terus melancarkan aksi sinergi dan pemetaan pendidikan di era new normal ini khususnya di sepanjang PPKM berlangsung. Pemerintahpun mulai fokuskan perhatiannya kepada keselamatan perkembangan anak usia dini yang rentan terjadi disharmoni antara  potensi spiritual dan intelektualnya.


Diyakini bahwa anak usia dini adalah anak yang penuh dengan rasa ingin tahunya yang sangat tinggi. Potensi paling signifikan yang mendasari bagi tumbuhkembang anak adalah spiritualitas dan intelektualitas. Dua potensial ini mesti disentuh dengan baik dan benar, serta tepat sasaran. Sasaran paling utama untuk mempenetrasi nutrisitas nalar intelek dan spirit positif bagi anak adalah hati dan mindset.


1. Pendidikan Hati

Masa pandemi covid-19 memaksa para elit pendidikan untuk membuat skenario alternatif dan efektif bagi tumbuhkembangnya anak-anak masa golden age. Secara historis diyakini bahwa Nabi Muhamnad Saw dan para sahabat serta para Tabiin, mereka menjalankan aksi pendidikan dengan strategi yang tepat. 


Strategi tepat pendidikan dalam Islam, adalah pendidikan hati. Hati adalah komponen dasar manusia. Dengan hati, manusia mampu merasakan berbagai sentuhan. Termasuk sentuhan pendidikan. Manakala hati disentuh lebih awal dan menjadi core utama pendidikan, maka hasilnya akan maksimal. Hal ini sebab inti manusia adalah hati. Visi pendidikan sesungguhnya memanusiakan manusia akan semakin memungkinkan tercapai.


2. Pendidikan akal (mindset)

Setelah hati manusia tersentuh dan terdidik dengan baik, maka komponen sekaligus potensi dasar manusia yang juga harus mendapatkan bimbingan dan pendidikan yang benar adalah akal. Akal kognisi ini sebaiknya selalu diasah agar lebih runcing dan menempatkan posisinya secara proposional. 


Akal manakala dikelola dengan baik, ia akan menjelma dan mewujud menjadi mindset. Mindset adalah cara berpikir yang mendorong dan bahkan menjadi alasan seseorang beraktivitas, beramal dan bertindak dalam refleksi kebenaran dan kebaikan. Dalam kitab suci al Quran digambarkan bagaimana pentingnya pendidikan dan belajar (QS Al 'Alaq). Dengan membaca, menelaah, meneliti, dan mengobservasi, serta menganalisa fenomena nyata di alam semesta, potensi intelektualitas dan spiritualitas akan menguat. 


Ada tujuh lapis kekuatan dan sekaligus kecerdasan dalam lahir batin manusia menurut Imam Ghazali yang harus dipandu tumbuhkembangnya oleh spiritual dan intelektual sejak dini, yaitu: 1) syaqar (fisik terluar), 2) shadr (dada), 3) qalbu (hati), syaghaf (naluri), 4) fu'ad (nurani), 5) lubb (sanubari), 6) nur (cahaya ilahi), 7) iman (keyakinan transendental).


Spiritual adalah semangat transenden ketuhanan, amanah dari sang pencipta. Ia berada tepat di relung hati yang paling dalam. Ia harus disentuh dan dimainkan dengan kecerdasan akal sebagai potensi intelektualitas. Dua kecerdasan ini secara fithrah tak mungkin dipusahkan. Sebab keduanya saling menyempurnakan. 


*Penulis adalah Dosen Tetap Prodi Ekonomi Syariah STAI Al-Maarif Ciamis dan Pengelola Pendidikan Pondok Pesantren Riyadlul Hidayah Jatinagara.

Share:
Komentar

Berita Terkini