Memetik Percikan Pesan Sosiologis Dan Filosofis Karangkamulyaan Ciamis

Redaktur author photo





Penulis; Mugni Muhit, S.Ag, S.Pd., M.Ag.


BICARA soal budaya, ternyata Kabupaten Ciamis adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki kekayaan budaya luar biasa, unik dan membanggakan. Situs Cagar Budaya Ciuang Wanara Karangkamulyan kabupaten Ciamis merupakan salah satu keunikan Ciamis yang tiada tara kehebatannya. Kehebatannya ini lebih ditandai dengan adanya peninggalan bersejarah kuno dari kerjaan besar Galuh. 


Menurut salah seorang pemerhati budaya sunda, Kang Apip mengemukakan bahwa kata "Galuh" mengandung nilai filosofis farsial dan integral. Secara parsial, galuh dibangun oleh lima hurup konstruktif. Pertama G dari kata gebang, maksudnya ibarat pohon gebang, artinya senatiasa ajeg dan panjeg. Ki sunda berdasarkan filosofi ini, diminta agar selalu menegakan dan membumikan watak kajujuran di segala ruang dan waktu.  Kedua A dari kata ampel. Ampel adalah bahan dalqm membuat rancatan, semacam alat untuk mengangkat benda di dua tempat yang diletakan di atas bahu, dengan peletakan yang balance atau seimbang. Fiolosofi ini adalah gambaran bahwa kis sunda haruslah berjiwa dan bersikap adil. Keadilan harus senaniasa menjadi warna dan corak paradigma konseptual dan operasional. Ketiga L dari kata Lame, sebuah pohon berkulit cukup tebal namun pahit. Tetapi meski pahit, pohon ini diyakini dapat menyembuhkan penyakit. Bagaimana ki sunda menjadi seorang yang mampu menjadi penawar bagi semua, tuturnya lebih terang. (Kamis, 4 Nopember 2021)


Hurup berikutnya dari kata galuh adalah U. Diambil dari kata uncal, nama binatang yang memiliki tanduk banyak. Tanduk adalah simbol kekuatan dan keperkasaan, namun demikian meskipun uncal bertanduk banyak, ia tidaklah angkuh, justru uncal ini selalu menunjukan sikapnya yang berwatak tawadhu, meskipun banyak tanduknya ia tidak sombong. Seseorang yang berjiwa besar dan bahkan seorang pemimpin dengan segalq atribut kekuasaannya, hendaklah belajar antara lain dari fenomena uncal ini. Dan hurup terakhir adalah H, diambil dari kata haur. 


Haur adalah sejenis bambu dengan diameter lebih tebal dari awi, serta lebih kokoh darinya. Haur ini berfungsi untuk menambah kekuatan landasab pondasi bangunan agar menjadi sangat kuat, kokoh. Secara filosofi manusia mesti belajar dari haur ini yang selalu bermanfaat dan menjadi bagian yang menguatkan. Sehingga kedudukan dan jabatan yang tinggi bahkan hartq yang melimpah sekalipun, ia tidak lupa pada purwadaksinya. Bahwa manusia mesti menyadari dari mana asal dan akan ke manq pergi setelahnya (asal wiwitan).


Filosofi galuh ini ternyata memiliki makna yang mirif secara substansial dengan prinsip masyarakat galuh yang cukup populer, yaitu silih asih, silih asuh, dan silih asah, serta satu lagi yang sering dilupakan adalah silih wangi. Prinsip dasar ini sekaligus sebagai landasan sosiologis masyarakat tatar galuh, yang "puseurnya" sesungguhya adalah karangkamulyan. Term karangkamulyan sendiri akar katanya adalah mulia, artinya luhur, terhormat dan bijaksana. Tahta dan derajat sosial tertinggi ki sunda terletak pada keteguhannya dalam menjaga kehormatan diri, sehingga ia akan tetap mulia dan dimulyakan oleh sesama. 


Landasan ketiga yaitu silih asah. Maksudnya setiap manusia sejatinya melakukan kebajikan dalam bentuk saling memperhatikan, saling mengingatkan, saling tepo seliro, saling legowo, saling terbuka dan transparan dalam koridor kebajikan. Ayah, Ibu, guru dan para pendidik lainnya mengasah anak dengan seksama, baik intelektualnya, spiritualnya, emosionalny, bahkan skillnya. Dan core inti dari pengasahan itu adalah hati (qalbu). Hati yang terdidik dan tersentuh dengan baik dan benar, tepat sasaran, maka akan melahirkan anak didik yang tidak hanya pintar dan cerdas, dan terampil, melainkan anak didik yang berahklak mulia, berjiwa.


*Penulis adalah Dosen Tetap Prodi Ekonomi Syariah STAI Al-Maarif Ciamis dan Pengasuh Pesantren Riyadlul Hidayah Jatinagara Ciamis.

Share:
Komentar

Berita Terkini