EDITORIAL: Berburu Opini WTP, Haruskah Halal Kan Segala Cara?

Redaktur author photo




BUPATI Bogor Ade Yasin mendapatkan laporan dari Kasubid Kas Daerah Kabupaten Bogor  Ikhsan Ayatullah bahwa laporan keuangan daerah jelek dan bisa berakibat opini disclaimer.


"Selanjutanya AY merespon dengan mengatakan 'diusahakan agar WTP,"ucap Ketua KPK Firli Bahuri saat konfrensi Pers. Rabu (27/4/2022) malam.


Begitulah hasil pemeriksaan yang dipaparkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terkait kasus suap yang menyeret Bupati Bogor dan sejumlah pegawai BPK Jawa Barat guna mengejar opini WTP.


Opini WTP bagi sejumlah Kepala Daerah merupakan barang mahal dan bernilai tinggi yang wajib diraih. Jika opini tersebut dari BPK sudah didapat tak segan sejumlah kepala daerah menunjukan beragam ekspresi euforia nya. Ada yang mencukur gundul rambut nya secara masal, ada juga yang mengadakan acara hiburan 7 hari 7 malam dengan mengundang artis populer.


Apa itu Opini WTP?


Opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah menjadi keinginan para pengelola keuangan pemerintah. Para Pimpinan Kementerian/Lembaga, Gubernur, Bupati, dan Walikota, setiap tahun berusaha untuk memperoleh memperoleh opini tersebut.


Di satu sisi, terdapat kementerian/lembaga atau pemerintah daerah yang telah mendapatkan opini WTP, tetapi korupsi masih terjadi pada kementerian/lembaga atau pemerintah daerah tersebut. Tidak sedikit pula yang terjaring operasi tertangkap tangan (OTT) oleh penegak hukum.


Jenis dan Arti Opini Audit BPK


Dalam rangka pemeriksaan keuangan pemerintah, BPK melakukan assesment terhadap kewajaran informasi yang tercantum dalam Laporan Keuangan dan memberikan opini audit. Empat jenis opini audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP).


Opini WTP berarti laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, informasi keuangan entitas sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). WDP adalah laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, informasi keuangan  entitas  sesuai dengan SAP, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. TW berarti bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar informasi keuangan entitas sesuai dengan SAP. Sementara itu, opini TMP ini dikeluarkan ketika auditor tidak puas akan seluruh laporan keuangan yang disajikan dan tidak dapat meyakinkan dirinya bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar atau auditor merasa tidak independen. Dari empat opini diatas, opini WTP merupakan opini yang terbaik.


Kriteria Opini Audit BPK


Sesuai ketentuan, terdapat 3 (tiga) pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dapat dilakukan oleh BPK sebagai supreme auditor,  yaitu pemeriksaan keuangan, kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Masing-masing pemeriksaan tersebut mempunyai tujuan yang berbeda, dimana pemeriksaan keuangan dilakukan atas laporan keuangan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan.


Sesuai UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, bahwa opini merupakan pernyataan profesional keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yaitu kesesuaian dengan SAP, kepatuhan terhadap peraturan perundangan, efektivitas sistem pengendalian internal dan kecukupan pengungkapan (adequate disclosures).


Pertama, BPK harus memastikan pencatatan angka-angka antara lain pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, hutang dan ekuitas dalam laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kesesuaian dimaksud termasuk definisi, pengakuan dan pengukuran nilai rupiah suatu transaksi.


Kedua, dari sisi kepatuhan terhadap ketentuan perundangan, BPK harus melakukan pemeriksaaan terhadap pelaksanaan anggaran dan pengelolaan aset dengan melihat kesesuaiannya terhadap ketentuan perundangan. Misalnya, pengadaan barang jasa harus dipastikan sesuai dengan ketentuan yang mengatur pengadaan barang jasa, pelaksanaan perjalanan dinas pegawai harus sesuai dengan ketentuan perjalanan dinas termasuk besaran rupiahnya.


Ketiga, terkait dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI), BPK harus memeriksa efektivitas sistem pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan/aset. SPI bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian penyelenggaraan pemerintahan,  keandalan laporan keuangan, pengamanan aset dan ketaatan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, SPI yang efektif selayaknya akan memastikan tercapainya program pembangunan dengan baik dan mencegah fraud atau korupsi.


Keempat, untuk menjaga transparansi pengelolaan keuangan, BPK juga harus memastikan seluruh informasi penting yang terkait dengan pengelolaan keuangan telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Transparansi tersebut sangat penting agar pengguna laporan keuangan memahami secara utuh laporan keuangan.


Di samping 4 (empat) kriteria di atas, dalam melakukan pemeriksaannya, BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). SPKN tersebut berisikan antara lain prinsip-prinsip pemeriksaan keuangan negara, Standar Umum Pemeriksaaan, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dan Standar Pelaporan Pemeriksaaan. Artinya, secara profesi, pemberian opini BPK dilakukan sesuai due proses yang berlaku  umum dan dilakukan secara profesional.


Opini WTP diberikan untuk menunjukkan kewajaran informasi laporan keuangan bukan secara spesifik untuk menyatakan bahwa entitas yang mendapatkan opini WTP telah bebas dari korupsi. Namun yang jelas, jika suatu entitas mendapatkan opini WTP, selayaknya tata kelola keuangan entitas tersebut secara umum telah baik. Walaupun demikian, menjadi sangat menarik untuk memahami bagaimana peran opini pemeriksaan atas Laporan Keuangan terhadap pemberantasan korupsi.


BPK selain memberikan opini, juga menyampaikan hasil pemeriksaannya secara terperinci dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Pada LHP diungkapkan semua permasalahan yang ditemui BPK dan menjadi  exposures bagi entitas termasuk pejabat dan pegawai yang melakukan peyimpangan pengelolaan keuangan negara. Hal ini dapat menjadi bukti awal penyelidikan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, apabila ditemukan indikasi tindak pidana yang merugikan keuangan negara.


Opini WTP bukanlah akhir perjuangan


WTP bukanlah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan. Predikat tersebut justeru  menimbulkan konsekuensi bagi pemerintah untuk mengkolerasikannya dengan  peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, pemerintah harus  bekerja keras meningkatkan pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat.


Menjadi tugas kita bersama untuk mencegah praktik perburuan opini dengan menghalalkan segala cara. Apalah jadinya kalau pemberian opini WTP itu hanya akan menjadi komoditas untuk meningkatkan gengsi para pejabat publik dalam menjalankan amanah yang diberikan rakyat. Masih lekat dalam ingatan, penyuapan Rp400 juta kepada auditor BPK agar memberikanopini WTP atas laporan keuangan tahun 2009 Pemerintah Kota Bekasi. Hal ini bisa menjadi modus, karena pengeluaran itu relatif kecil dibanding dengan insentif milyaran rupiah yang bakal diterima dari Menteri Keuangan apabila memperoleh opini WTP.


Mengutip ucapan pelawak Tukul Arwana, bahwa segala sesuatu jangan hanya dilihat dari casing-nya. Opini WTP yang diperoleh bukan hasil instan, tetapi melalui proses terstruktur dengan mengedepankan pembenahan fungsi dan sistem pengendalian intern. Disisi lain, para auditor tidak hanya wajib memiliki kompetensi yang handal, tetapi juga harus beretika tinggi, dan bermahkotakan kejujuran.


*Dikutip dari berbagai sumber/Kemenkeu/BPK RI

Share:
Komentar

Berita Terkini