![]() |
| Psikolog, Dian Kusumawati |
inijabar.com, Kota Bekasi - Kenaikan harga BBM tentunya menjadi hal yang mengkhawatirkan bagi masyarakat, karena sulit untuk diantisipasi dan dapat mengancam kehidupan seseorang, terutama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Hal tersebut menjadi perhatian dari Dian Kusumawati, seorang psikolog anak dan remaja dan keluarga.
Dari sudut pandang psikologi, gangguan atau tekanan finansial menjadi sumber tekanan yang bisa berdampak pada well being atau kesejahteraan hidup seseorang. Bahkan menurut Zemtsov and Osipova (2016), aspek finansial bahkan secara umum diyakini sebagai pusat dari “life well-being”.
Apa sebenarnya makna dari financial wellbeing?
Financial Wellbeing dapat digambarkan dalam dua elemen besar, yaitu: (1) Financial Security (perasaan aman terkait kondisi fnansial) dan (2) rendahnya emosi negatif (kecemasan, kekhawatiran) terkait kondisi keuangan (Lind et al, 2020).
Bagaimana dampak kenaikan harga kebutuhan dengan Finansial Wellbeing?
Tekanan dalam hal finansial dapat memiliki dampak kurang sehat yang signfikan dalam kehidupan. American Psychological Association (APA) menyebutkan bahwa tekanan dalam hal finansial dapat menjadi penyebab munculnya unhealthy behavior, seperti: merokok, dampak pada pola makan yang tidak sehat, naiknya berat badan secara berlebihan, penggunaan alkohol dan drug abuse.
'Belum lagi terkait dengan meningkatnya compulsive-buying, maraknya perjudian dan juga meningkatnya jeratan pinjaman kartu kredit, ataupun rentenir. Perilaku tidak sehat ini muncul sebagai bentuk "pelarian" dari permasalahan finansial yang dihadapi," katanya, Sabtu (3/9/2022).
Mengapa disebut “pelarian”, karena ini sebatas cara yang diambil untuk upaya melepaskan diri dari tekanan atau permasalahan (release tension) secara sementara dan pada akhirnya akan berdampak pada munculnya permasalahan baru yang justru lebih berat dari masalah awal.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bagaimana kita dapat menghindari dampak buruk dari tekanan finansial.
Tentunya tidak mudah dalam menjawab pertanyaan ini, mengingat hal yang dihadapi sangat terkait dengan sistem eksternal termasuk kebiajakan pemerintah dan juga terkait pada bagaimana keunikan tiap individu dalam memandang permasalahan serta sejauh mana kemampuan yang dimiliki dalam mengelola keuangan.
Dari segi individu: kemampuan pengelolaan keuangan atau “melek” dalam pengelolaan keuangan menjadi hal yang penting untuk dimilik. Yaitu, terkait bagimana tiap individu dapat membuat keputusan yang tepat dan kondusif terkait permasalahan keuangan yang dihadapi.
"Keputusan yang perlu diperhatikan dalam mengelola keuangan adalah termasuk bagaimana memperoleh kejelasan tentang cara memperoleh uang dan bagaimana menggunakannya sesuai kebutuhan sesuai prioritas kebutuhan," paparnya.
Dalam hal ini, sikap dan persepsi indivdu tentang “uang” menjadi dasar penting untuk dapat membuat keputusan pengelolaan yang “sehat”. Terutama dengan memiliki pandangan bahwa “uang” bukanlah akhir yang menjadi penentu tujuan keberhasilan hidup, simbol dari “penghargaan, kekuasaan dan power”, namun uang secara sehat dapat dapat dipandang sevagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih bermakna dalam kehidupan.
"Hal ini dapat menghindari munculnya bentuk “perilaku tidak sehat” sebagai “pelarian” sementara yang dari tekanan keuangan yang dihadapi," tuturnya melanjutkan.
Hal yang tidak kalah pentinya adalah kekuatan kebersamaan yang perlu dimiliki dalam keluarga. Bagaimana keluarga dapat mendiskusikan mengenai visi atau pandangan yang sama mengenai keuangan, penentuan prioritas keuangan dan juga keterbukaan dalam mengelola keuangan bersama.
Kekompakan dan kekuatan yang dimiliki keluarga dapat mendatangkan ketenangan dan kemapuan untuk berpikir jernih dalam mencari ide atau pemikiran mengenai sumber tambahan untuk menambah alternatif pemasukan keuangan bagi keluarga secara sehat, tanpa mendatangkan masalah yang lebih besar lagi dimasa mendatang.
Dari segi pemerintahan, secara lebih luas, pemerintah perlu memperhatikan dampak dari kenaikan harga kebutuhan pokok ini terhadap rasa kepercayaan terhadap pemerintah. Hal ini tentu saja terkait dengan adanya rasa terancam terhadap aspek finansial security yang juga mendorong munculnya beragam emosi negatif seperti kemasan dan rasa khawatir terhadap kondisi keuangan yang dialami masyarakat.
"Komunikasi yang transparan dan konstruktif terkait pengelolaan keuangan negara menjadi hal krusial yang perlu dlakukan untuk membangun rasa aman dan jga rasa percaya atau trust mesyarakat terhadap berbagai kebijakan yang diambil negara," pungkasnya.(giri)




