Mediasi Terakhir Gagal Formil, Menkeu Purbaya Mangkir Lagi

Redaktur author photo

Eko Novriansyah Putra selaku Kuasa Hukum Penggugat saat hadir di PN Jakarta Pusat bersama Mediator Dr Hotmaria Sijabat SH.

inijabar.com, Jakarta - Sidang mediasi terakhir antara eks karyawan PT Kertas Leces selaku penggugat melawan Menteri Keuangan RI Purbaya selaku tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025), resmi dinyatakan gagal formil. 

Kegagalan tersebut disebabkan ketidakhadiran Menteri Keuangan sebagai principal tergugat, termasuk absennya seluruh kuasa hukum internal Kementerian Keuangan RI.

Mediasi yang digelar berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2016 juncto Perma Nomor 3 Tahun 2022 itu merupakan agenda kelima sekaligus batas akhir masa mediasi selama 30 hari sejak 18 November 2025. Sesuai ketentuan, tergugat diwajibkan hadir secara langsung atau daring.

Namun, saat agenda dibuka oleh Mediator Dr. Hotmaria Sijabat, SH, MH, tidak satu pun perwakilan dari pihak tergugat hadir. Sebaliknya, pihak penggugat hadir melalui kuasa hukum Paguyuban Karyawan Aliansi Karyawan Bersatu (PAKAR–AKRAB) PT Kertas Leces, Eko Novriansyah Putra, SH.

“Ini sudah lima kali Menteri Purbaya tidak hadir sebagai principal tergugat, dan lebih dari dua kali dipanggil secara patut dan sah. Bahkan 17 kuasa hukum Kemenkeu yang tercatat juga tidak hadir satu pun dalam dua agenda terakhir,” ujar Eko usai sidang. Selasa (16/12/2025)

Karena jangka waktu mediasi telah berakhir dan tergugat tidak pernah hadir, kata Eko, mediator menyatakan mediasi gagal secara formil, bukan materiil. Dengan demikian, tidak pernah terjadi pembahasan pokok perkara gugatan.

“Gagalnya mediasi ini bukan karena tidak tercapai kesepakatan, melainkan karena tergugat tidak memenuhi kewajiban hadir. Ini akan dituangkan dalam risalah mediasi dan disampaikan kepada Majelis Hakim,” ungkap Eko kesal.

Ia menambahkan, berdasarkan ketentuan hukum acara perdata, ketidakhadiran tergugat dapat dinilai sebagai itikad buruk, tidak patuh hukum, bahkan dianggap melecehkan peradilan, yang berpotensi berkonsekuensi hukum lebih lanjut, termasuk pemeriksaan perkara tanpa kehadiran tergugat (verstek). Eko juga mengkritik sikap birokrasi pemerintah dalam perkara ini. 

“Inilah potret sikap hukum pejabat. Jangankan rakyat biasa, pengadilan pun bisa diabaikan,” katanya.

Menurut Eko, masih ada kemungkinan ketidakhadiran Menteri Keuangan disebabkan tidak sampainya informasi dari jajaran bawahannya mengenai kewajiban hadir dalam mediasi. 

“Bisa saja Pak Purbaya tidak diberi tahu bahwa kehadiran itu wajib, bahkan bisa dilakukan secara daring. Tapi tidak menutup kemungkinan juga ada unsur kesengajaan dari oknum tertentu yang justru merugikan citra beliau,” ujarnya.

Atas kegagalan mediasi ini, pihak penggugat menyatakan akan menyikapi secara serius. Langkah lanjutan yang dipertimbangkan antara lain melaporkan ke Ombudsman RI, mengadu ke Presiden dan DPR, hingga opsi simbolik melakukan doa bersama di Masjid Istiqlal sebagai bentuk protes moral.

Mediator selanjutnya akan menyerahkan laporan resmi hasil mediasi kepada Majelis Hakim PN Jakarta Pusat untuk menentukan tahapan hukum berikutnya.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini