'Nyawang Bulan' Bukan Sekedar Budaya Tapi Gerakan Literasi Akar Budaya

Redaktur author photo
Acara Nyawang Bulan di Ciamis

inijabar.com, Ciamis- Yayasan Rumah Naskah Nusantara menggelar acara Nyawang Bulan, yang dilaksanakan di Amphitheatre Jambansari, Sabtu malam (12/7/2025).

Nyawang Bulan dihidupkan sebagai wahana pelestarian tradisi pembacaan naskah di malam purnama, ritual yang dahulu dijalankan masyarakat Sunda di Galuh, terutama menjelang panen atau dalam peristiwa adat.

Ketua Yayasan, Gunari Putra Erisman, menyebut acara ini bukan hanya perayaan kebudayaan, melainkan bagian dari gerakan literasi akar budaya yang ingin menghubungkan generasi sekarang dengan warisan tertulis leluhur.

Budaya literasi ternyata bukan sekadar soal buku dan aksara latin. Di Tatar Galuh, literasi adalah soal akar, tentang siapa kita, dari mana kita datang, dan nilai apa yang harus dibawa ke masa depan. 

"Manuskrip itu bukan sekadar benda tua. Ia adalah saksi sejarah, ruang nilai, dan warisan pemikiran orang-orang yang membangun tanah ini," ujarnya.

Gunari juga mengatakan, gerakan ini tidak ingin membiarkan naskah hanya diam di rak atau museum.

“Kami ingin manuskrip kembali ke masyarakat. Bukan hanya dibaca oleh akademisi, tapi dipahami oleh rakyat, dipelajari oleh siswa, dan jadi inspirasi para pemuda,"ungkapnya.

Yayasan Rumah Naskah Nusantara berdiri setahun lalu, namun gerakan pernaskahan yang mereka usung telah berjalan sejak 2014. Selama itu pula, mereka mengumpulkan, mendata, mendigitalisasi, mengalihaksarakan, dan menerjemahkan naskah-naskah kuno yang mayoritas berasal dari Galuh.

Tahun ini, acara kembali berkolaborasi dengan Yayasan Kewargian Kanoman Galuh, meneruskan sukses kegiatan Susuru Kertabumi di 2023. Dalam suasana purnama, sejumlah pelaku seni tampil membacakan babad kuno yang ditulis oleh R.A.A. Kusumadiningrat, Bupati Galuh terdahulu.

“Dari pembacaan ini, kita bukan hanya mengenang. Kita belajar berpikir ulang: apa nilai yang pernah hidup di masa lalu, dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sekarang,” ujar Gunari.

Gunari mengajak semua pihak untuk terlibat aktif, dari pemerintah, akademisi, pelajar, seniman hingga masyarakat umum. Ia menekankan bahwa pelestarian budaya tak bisa dikerjakan sendiri, melainkan harus jadi kerja kolektif lintas bidang.

“Kalau selama ini kita bicara literasi hanya soal baca tulis, kini saatnya kita bicara literasi tentang akar: tentang siapa kita, dan warisan apa yang harus dijaga,”tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora)  Kabupaten Ciamis, Dian Budiana,  menyatakan, pemerintah menyambut baik inisiatif semacam ini sebagai bagian dari pelindungan dan pemajuan kebudayaan.

“Kegiatan seperti ini adalah bentuk investasi budaya yang berdampak pada masa depan. Literasi naskah dan warisan lokal harus menjadi bagian dari sistem pendidikan dan kebijakan kebudayaan kita,” ucap Dian.

Dian pun berharap agar Nyawang Bulan bisa digelar rutin setiap tahun dan melibatkan lebih banyak kalangan, termasuk sekolah, pesantren, komunitas, dan pelaku seni lintas generasi.(edo)

Share:
Komentar

Berita Terkini