![]() |
Foto: Ilustrasi |
inijabar.com, Kabupaten Sukabumi- Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 58/PK.03/DISDIK yang mengatur jam masuk sekolah pukul 06.30 wib dan mulai berlaku pada tahun ajaran 2025/2026, dengan pembelajaran lima hari dalam sepekan, Senin hingga Jumat.
Aturan tersebut tidak di semua daerah bisa cocok diterapkan. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor kendala dalam aturan itu.
“Letak geografis Kabupaten Sukabumi cukup luas dan tidak semua wilayah memiliki akses mudah ke sekolah di pagi hari,” kata Bupati Sukabumi Asep Jafar saat peluncuran Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 7 di Cibadak, Senin (14/7/2025).
Asep Jafar menyatakan, penerapan jam masuk lebih pagi akan dilakukan secara bertahap dan kontekstual. Pihaknya menegaskan, tetap mendukung kebijakan provinsi.
"Tetapi pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kondisi lokal seperti transportasi dan jarak tempuh siswa,"ujarnya.
Senada dikatakan, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, Khusyairin, bahwa proses pembahasan lintas sektor tengah dilakukan.
“Kami melibatkan berbagai pihak, termasuk Kemenag, tokoh masyarakat, dan MUI, agar pelaksanaannya realistis dan tidak memberatkan,” ucapnya.
Menurut Khusyairin, karakteristik wilayah yang beragam membuat penerapan serentak sulit dilakukan.
“Beberapa sekolah berada di daerah pegunungan dengan akses jalan terjal dan tanpa transportasi publik. Siswa dari wilayah seperti ini sering berjalan kaki hingga beberapa kilometer,” jelasnya.
Seperti di SMPN 2 Gegerbitung yang menerapkan jam masuk pukul 06.30 WIB, namun masih memberikan toleransi bagi siswa yang terlambat karena jarak dan medan yang sulit.
Menurut Kepala sekolah SMPN 2 Gegerbitung, R. Herawati Suryanegara, bahwa pihaknya memhami terutama siswa dari dusun Suradita yang harus menempuh jalan berbatu dan licin sejauh lima kilometer.
“Sebagian bahkan berjalan kaki karena larangan membawa motor bagi anak di bawah usia tertentu,” kata Herawati.
Dia juga menyoroti kebijakan provinsi terkait larangan penyediaan seragam olahraga oleh sekolah.
“Anak-anak jadi memakai seragam yang beragam karena sekolah tidak boleh menyediakan atau menjual seragam olahraga,” ungkapnya.(*)