![]() |
Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bekasi- Terkait kontroversi keinginan dua BUMD yang sedang mencoba merayu Komisi III DPRD Kota Bekasi untuk mendapatkan penyertaan modal bagi kedua BUMD di Kota Bekasi.
Kedua BUMD tersebut yakni PDAM Tirta Patriot yang mengusulkan penyertaan modal sebesar Rp 90 miliar dan yang paling kontroversi yakni PT Mitra Patriot (PTMP) yang berharap dapat suntikan penyertaan modal sebesar Rp 5 miliar.
PDAM Tirta Patriot dalam pengajuannya untuk perbaikan sejumlah pasca pemisahan aset dengan PDAM Tirta Bhagasasi. Sebelumnya sudah disetujui penyertaan modal untuk BUMD yang mengurus soal air minum ini sebesar Rp10 miliar namun anggaran itu dinilai tidak cukup.
Sedangkan PTMP yang baru saja mendapatkan Direktur Utama baru yang dipilih walikota Bekasi Tri Adhianto ditengah kontroversi rekam jejak bisnis maupun pendidikannya. Sang Dirut bernama David Hendrajid Rahardja itu menerangkan penggunanan modal Rp5 miliar untuk mengelola empat titik parkir.
Walikota Bekasi Tri Adhianto sendiri mengatakan lain, modal tersebut untuk pengelolaan Bus Transpatriot. Perbedaan alasan pernyertaan modal kedua sosok ini justru menimbulkan kecurigaan negatif.
Kalau melihat kasus-kasus hukum yang dialami sejumlah BUMD di Indonesia terkait penyertaan modal tentunya pemerintah daerah harus kembali memperhatikan peraturan yang berlaku.
Peraturan mengenai penyertaan modal Pemerintah Daerah ini, seluruh peraturan perlu diperhatikan agar penyertaan modal memenuhi asas-asas fungsional, diantaranya yakni, kepastian hukum, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Penyertaan modal Pemerintah Daerah dapat berasal dari APBD dengan syarat APBD diperkirakan surplus, dan barang milik daerah.
[cut]
![]() |
Ilustrasi |
Dalam penentuan personalia jajaran Direksi dan managemen sebuah BUMD tentunya pemerintah daerah harus menyerahkan pengelolaannya kepada orang yang tepat, memiliki kapasitas yang cukup dan integritas yang tinggi, sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai untuk memberikan deviden kepada pemerintah daerah. Bukan sekedar kedekatan politik atau balas jasa.
Sudah bukan rahasia dalam penyertaan modal ada yang namanya profesional fee dan succsess fee, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Sebut saja salah satunya kasus penyertaan modal di BUMD milik Kota Bontang yang bernama Perusahaan Daerah Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) Kota Bontang.
Direktur Utama AUJ saat itu tersandung soal sucsess fee dan profesional fee. BUMD ini dinilai oleh publik di Bontang keberadaannya justru lebih banyak meninggalkan jejak masalah dibandingkan manfaatnya untuk meningkatkan keuangan daerah,
Hingga wacana pilihan pun muncul bahwa jauh lebih baik bagi masyarakat jika Perusahaan Daerah Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) dibubarkan saja, ibaratnya bagian tubuh yang menderita sakit karena suatu penyakit hingga menyebabkan luka infeksi yang berbahaya, maka hanya ada dua pilihan, yaitu dibiarkan saja sampai membusuk dengan resiko penyakitnya akan menggerogoti bagian tubuh yang lain, atau pilihan kedua ambil langkah tegas dengan terpaksa harus di amputasi.
Kasus lain terkait penyertaan modal yakni ditahannya Mantan Direktur Utama Sumberdaya Bangkalan Joko Suprianto tahun 2019 yang terkena kasus penyertaan modal dengan kerugian negara sebesar Rp 1.3 miliar dalam proyek pengadaan beras dengan rekanannya UD Mabrur.
Selain itu, kasus penyalahgunaan dana penyertaan modal dari PT Sumber Daya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur kembali menyeret tiga orang lain. Sebanyak tiga anggota direksi PT Tonduk Majeng Madura resmi ditetapkan jadi tersangka. Untuk total kerugian negara yakni Rp 14.815.000.000.
[cut]
![]() |
Ilustrasi |
Kasus sejenis juga terjadi di Riau dimana Kejaksaan Tinggi Riau menahan mantan Bupati Indragiri Hilir, Indra Muchlis Adnan mengenai kasus korupsi dana APBD senilai Rp1,1 milyar.
Jaksa menetapkan mantan Bupati Indragiri Hilir Dua periode ini sebagai tersangka kasus korupsi penyertaan modal BUMD PT Gemilang Citra Mandiri 2004-2006.
Mantan Ketua DPD Golkar Riau ini juga sering menetapkan dewan direksi dan komisaris BUMD secara sepihak berdasarkan kedekatan pribadi.
Begitu pun yang terjadi di Kabupaten Sabang dimana Kejaksaan Negeri (Kejari) Sabang, Provinsi Aceh, menahan tiga tersangka tindak pidana korupsi penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nilai Rp2,5 miliar.
Tiga tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal Pemerintah Kota Sabang kepada BUMD PT Pembangunan Sabang Mandiri.
Pemerintah Kota Sabang melakukan penyertaan modal pada BUMD yakni PT Pembangunan Sabang Mandiri sebesar Rp2,5 miliar pada tahun anggaran 2022. Namun, dalam pengelolaannya diduga penyertaan modal tersebut bermasalah.(*)