LSM KOPI Laporkan Pengeboran Sumur Air Ilegal Di Depok

Redaktur author photo
Sejumlah mobil tanki air saat di lokasi pengeboran sumur air diduga ilegal di Depok

inijabar.com, Depok – Lembaga Swadaya Masyarakat Kobar Obor Peduli Indonesia (KOPI) Kota Depok resmi melayangkan laporan aduan masyarakat terhadap sejumlah aktivitas pengeboran air tanah yang diduga ilegal di wilayah Kecamatan Tapos, Kota Depok kepada Satpol PP Provinsi Jawa Barat diteruskan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Provinsi Jawa Barat pada Jumat (8/8/2025).

Disampaikan dalam surat laporan resmi tersebut tercatat, nomor : 02/KOPI/VIII/2025 Perihal : Pengaduan Masyarakat disampaikan kepada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Barat cq Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tentang dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019, tentang Sumber Daya Air dan atau Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 tahun 2017 tentang Pengelolaan Air Tanah.

Ketua KOPI, Siswadi mengatakan, pihaknya telah melaporkan persoalan itu berdasarkan dari hasil analisa yang sebelumnya telah dilakukan investigasi bersama tim. Katanya, dia menyimpulkan bahwa sejumlah aktivitas pengeboran air tanah di wilayah Kecamatan Tapos tidak memiliki izin.

Ketua LSM KOPI menunjukan laporannya

“Tim investigasi kami sudah mendatangi lokasi sebagaimana dimaksud. Menurut informasi ada enam titik namun tim baru mendapatkan dua sampai tiga lokasi, yang sudah nyata ada dua lokasi, maka kami Kopi menyimpulkan bahwa aktivitas pengeboran air tanah itu tidak berizin,“ ujarnya kepada wartawan, Sabtu (9/8/2025).

Menurut Siswadi, setiap aktivitas pengelolaan atau pengusahaan air tanah pada prinsipnya harus wajib memiliki izin sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 tahun 2017. Setelah adanya investigasi tim, LSM KOPI membuat analisa yang akhirnya menghasilkan materi untuk dibawa sebagai aduan masyarakat kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Laporannya sudah masuk dan diterima di Bandung, secara elektronik pun juga sudah, secara surat sudah. Jadi tinggal kita menindaklanjuti nanti bagaimana perkembangannya dari Pemprov Jawa Barat seperti apa,“ ucap Siswadi.

Dalam surat resmi aduannya itu, pihaknya menjelaskan adapun alasan mengajukan laporan atau pengaduan tersebut diantaranya yakni merujuk kepada Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, dan Undang-Undang nomor: 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

“Jadi poinnya kalau di dalam perda itu sudah jelas, terang, bahwa di pasal perda disyaratkan ketika mengurus izin pengusahaan air tanah itu tidak mudah. Maka ada izin SIPA, Amdal, UKL-UPL, SPPL dan lain sebagainya itu harus ditempuh, tetapi faktanya ketika kita investigasi tidak ada izin-izin itu semuanya,“ ungkapnya.

Selain itu, kata pria yang berprofesi juga sebagai Advokat-Kuasa Hukum itu menyampaikan,  pihaknya juga menyoroti juga dampak lingkungan bagi masyarakat sekitar yang diakibatkan dengan eksploitasi air tanah berlebihan terhadap aktivitas pengeboran sumur air tanah di wilayah tersebut.

“Dampak negatifnya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar adalah penurunan air tanah. Penurunan air tanah ini kan tidak kasat mata, bertahun-tahun berjalan bahkan ada informasi itu sudah berjalan tiga tahun lebih, itu tidak terkontrol karena amdalnya juga tidak ada,“ kata Siswadi.

Bahkan tak hanya itu, dia mengungkapkan, jika aktivitas pengeboran air tanah yang diduga ilegal itu dibiarkan, bahwa dapat dipastikan lambat laun di wilayah sekitar akan berdampak juga terhadap penurunan sumber air dan kesuburan tanah.

“Bayangkan air yang tadinya bisa dibor dengan 20 meter katakan, sekarang tidak mungkin bisa 20 meter, bisa 50 sampai 100 meter baru keluar air. Dan dampak negatif lingkungan lainnya suatu saat tanah akan mudah rusak dan kekeringan, tanaman di sekitar tidak lagi subur pasti akan terjadi meski jangka panjang,“ terangnya.

Sebagaimana diketahui menurut informasi dari tim investigasi, Siswadi menjelaskan, dari tiga titik lokasi pengeboran air tanah tersebut terdapat aktivitas jual beli air yang setiap harinya tak pernah berhenti mengangkut dengan mobil truk tangki.

“Jadi satu tangki air itu ada yang ditemukan harganya mulai dari Rp 80.000 - Rp100.000 per tangki. Kalau kejadian ini sudah hampir dua-tiga tahun, per harinya 50 tangki saja katakan gitu, sudah berapa air tanah yang diserap luar biasa nanti itu dampaknya , memang hari ini belum kelihatan secara kasat mata,“ ujarnya.

 


Pihaknya akan terus mengawal dan mengawasi persoalan tersebut hingga tuntas. Dengan harapan pihak berwenang dalam hal ini Satpol PP Provinsi Jawa Barat dapat segera bertindak.

“Pemprov Jabar segera mengambil tindakan tegas, kalau memang diduga keras ada tindak pidananya, ya pidanakan. Namun kalau memang hanya sanksi administratif, berikan sanksi administratif dan dibimbing agar supaya tahu kedudukannya bagaimana orang berusaha, mendapatkan income dari tanah air kita tanpa juga mengabaikan dampak lingkungan,“ pungkasnya. (Risky)

Share:
Komentar

Berita Terkini