58 SPPG Di Garut Tak Punya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi, Kok Bisa Kelola MBG?

Redaktur author photo
Siswa di Garut yang mengalami keracunan menu MBG

inijabar.com, Garut- Kasus keracunan yang menimpa 657 siswa di Kecamatan Kadungora usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Jumat (19/9/2025) menumbulkan pertanyaan keamanan menu yang disajikan program pemerintah pusat tersebut.

Menu MBG yang didistribusikan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Al-Bayyinah 2 yang berlokasi di Desa Karangmulya, Kecamatan Kadungora diduga membuat siswa keracunan. 

Dari jumlah tersebut 657 siswa, sebanyak 19 siswa harus menjalani perawatan intensif di Puskesmas terdekat.

Anggota DPRD Kabupaten Garut, Yudha Puja Turnawan, mengungkapkan pengalamannya saat berupaya menemui pihak pengelola SPPG Yayasan Al-Bayyinah 2. Namun, usaha Yudha untuk bertemu dengan pihak pengelola terhambat oleh prosedur yang tidak transparan. 

Meski sudah menunggu lebih dari dua jam di lokasi, Yudha dan Ketua Komisi IV DPRD Garut, Asep Rahmat, gagal menemui pemilik SPPG. 

Sebagai langkah lanjutan, Yudha melakukan komunikasi dengan beberapa pihak terkait, termasuk Kepala Puskesmas Rancasalak Kadungora, dr. Hani, lalu dengan Kepala Dinas Kesehatan Garut, dr.Leli, serta beberapa pejabat lainnya seperti Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Garut, dr. Tri, dan Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P), Asep Surahman. Mereka juga berkoordinasi dengan Asisten Daerah (Asda) I Kabupaten Garut, Bangbang Hafid, yang turut terlibat dalam Satgas MBG Kabupaten Garut.

Dalam pertemuan tersebut, Yudha mengungkapkan temuan yang cukup mencengangkan yakni, hampir seluruh SPPG di Kabupaten Garut belum memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), yang seharusnya menjadi syarat wajib untuk menjalankan operasional di bidang pangan. Yudha menegaskan, tanpa sertifikasi tersebut,

"SPPG tidak layak beroperasi karena bisa membahayakan kesehatan anak-anak yang mengonsumsi makanan tersebut. Di Kabupaten Garut, tercatat ada 58 SPPG yang beroperasi tanpa memiliki sertifikat ini. Bahkan, di salah satu desa, Banjarsari, ditemukan kasus kontaminasi E. coli yang tercemar di salah satu yayasan pendidikan yang juga mengelola program MBG,"ujarnya dikutip dari sebuah acara Podcast.

Yudha menyatakan, Pemkab Garut harus bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dan mengambil langkah tegas dalam mengawasi dan memberikan sanksi bagi SPPG yang tidak memenuhi standar keamanan pangan. 

"Tidak hanya itu, pengawasan yang ketat terhadap fasilitas dan bahan makanan yang digunakan juga harus menjadi prioritas," tegas Yudha. 

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan penegakan aturan dalam pelaksanaan program MBG yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan malah menimbulkan ancaman kesehatan.

"Ke depan, diharapkan ada evaluasi menyeluruh terkait kelayakan operasional SPPG dan kinerja pengelolaannya. Pemerintah daerah juga diharapkan untuk lebih serius dalam memperhatikan aspek gizi dan sanitasi, serta melibatkan pihak-pihak terkait guna menciptakan sistem yang lebih aman bagi anak-anak yang menjadi sasaran program ini,"tandasnya.(ujang)

Share:
Komentar

Berita Terkini