Dinilai Tak Etis Advokat 'Ngoceh' di Podcast Perkara Dugaan Asusila Pemuka Agama

Redaktur author photo
Advokat H Bambang Sunaryo.SH

inijabar.com, Kota Bekasi- Bambang Sunaryo selaku Kuasa Hukum oknum pemuka agama menyayangkan seorang advokat terikat oleh Kode Etik Profesi yang melarang mereka untuk memberikan keterangan yang dapat merugikan klien atau merusak intergritas Pengadilan.

“Bicara di Podcast tentang suatu kasus yang masih berjalan bisa melanggar prinsip ini. Mohon maaf Kuasa Hukum sebelumnya tahu etika dan kerjanya pun patut saya akui,” ujar Bambang. Kamis (25/9/2025).

Bambang menambahkan, praktisi hukum bisa berpartisipasi di Podcast untuk tujuan edukasi yang bersifat umum, seperti menjelaskan prosedur hukum atas suatu kasus.

Diskusi kasus di luar jalur hukum dapat menciptakan Pengadilan oleh media, dimana keputusan akhir dipengaruhi oleh tekanan publik, bukan bukti yang sah di Pengadilan.

Hal itu ditegaskan, Bambang Sunaryo selaku Kuasa Hukum MR oknum Pemuka Agama di Bekasi yang terjerat dugaan asusila yang belakangan viral melalui Podcast dr. Rihcard Lee.

“Setahu saya kuasa hukumnya Law Firm Martin-Broto & Rekan yang infonya dicabut pasca keberhasilannya menjadikan klien saya MR tersangka,” terangnya

“Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak dan dampaknya dari sudut pandang psikologi dan hukum,” jelasnya.

Selain itu, sambung Bambang, mensosialisasikan UU TPKS, UU Perlindungan Anak atau peraturan relevan lainnya tanpa menyebutkan kasus spesifik atau identitas korban.

“Baru tahu ada Podcast yang cukup porno secara lisan yang dipublikasikan atau disinyalir dijadikan sebuah produk konten yang mungkin menghasilan,” ujar Bambang.

Masih kata Bambang, dalam kasus ini selaku Kuasa Hukum, baik dari korban maupun terlapor sama-sama menggali kebenaran secara aturan hukum, bukan 'trial by the media'.

“Kita sesama orang yang paham hukum mestinya bisa menjaga integritas proses hukum dengan kemampuan kita secara professional, bukan dengan cara mempengaruhi public,” ucapnya.

Untuk itu, lanjut Bambang, biarlah proses hukum berjalan feer dengan bukti-bukti maupun fakta yang ada apakah peristiwa tersebut terjadi sejak korban masih duduk dibangku SD.

“Karena menurut saya masih banyak kejanggalan dan tidak masuk akal, mengingat korban sudah dewasa saat memberikan keterangan. Bahkan sudah lulus kuliah,” ungkapnya.

Bambang mengatakan, pihaknya masih ragu dengan keterangan orang yang sudah dewasa dengan keterangan yang memang masih anak-anak. 

“Alasan rasa takut sepertinya meragukan karena korban sudah sempat berkuliah artinya memiliki pemikiran yang cukup matang. Tidak ada maksud membela yang salah, tapi perlu digali,” terangnya. (*)

Share:
Komentar

Berita Terkini