![]() |
Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bekasi - Penyertaan modal Pemerintah Kota Bekasi senilai Rp43 miliar kepada tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang diduga tanpa payung hukum Peraturan Daerah (Perda) khusus, kini tengah ditelaah Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Dugaan pelanggaran tersebut mencuat setelah dua lembaga swadaya masyarakat, melaporkan temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat, yang menyoroti ketiadaan landasan hukum dalam penyaluran dana APBD 2024 tersebut.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, Ryan Anugrah, mengonfirmasi penerimaan laporan pengaduan dari dua LSM, yakni Komite Masyarakat Peduli Indonesia (KOMPI) dan Komite Masyarakat Pemerhati Demokrasi (KOMPARASI).
"Laporan pengaduan telah kami terima dan saat ini masih dalam tahap penelaahan," kata Ryan Anugrah, via pesan WhatsApp, Jumat (3/10/2025).
Diketahui, Laporan yang masuk pada 26 September 2025 itu menyoroti penyaluran dana Rp43 miliar atau 89,58 persen dari total anggaran pembiayaan Rp48 miliar dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 2024.
Dana tersebut dikucurkan kepada PT BPRS Syariah Patriot Bekasi (Perseroda), Perumda Tirta Patriot, dan PT Sinergi Patriot Bekasi (Perseroda) yang diduga tanpa didahului pembentukan Perda khusus, sebagaimana diamanatkan PP 54/2017 tentang BUMD dan PP 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Terpisah, Ketua LSM KOMPI, Ergat Bustomy, menegaskan pencantuman penyertaan modal dalam Perda APBD, tidak serta-merta melegitimasi penyaluran dana kepada BUMD.
"Harus ada Perda tersendiri yang mengatur mekanisme penyertaan modal. Jangan beranggapan Perda APBD otomatis menjadi dasar hukum. Realisasi Rp43 miliar ini jelas berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan," tegas Ergat.
Ergat menambahkan, APBD merupakan amanah rakyat yang tidak boleh dikelola secara sembarangan.
"APBD adalah uang rakyat. Menggelontorkan anggaran tanpa dasar hukum yang sah bukan sekadar merugikan secara material, tetapi juga mencederai asas transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum KOMPARASI, Hendry Irawan, menilai dugaan penyimpangan ini telah memenuhi unsur pidana, karena melanggar prinsip legalitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurutnya, temuan BPK Jawa Barat menjadi bukti kuat bahwa penyertaan modal dilakukan tanpa landasan hukum yang memadai.
"Unsur pidana sudah terpenuhi karena tidak adanya Perda. Ini bukan sekadar kelalaian administrasi, melainkan pelanggaran terhadap prinsip legalitas dan tata kelola keuangan daerah," tegas Hendry.
Dia merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan pembuktian tindak pidana korupsi tidak hanya dari aspek formil atau prosedural, tetapi juga aspek materil yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
"Actus reus sudah jelas, yakni penggelontoran anggaran tanpa dasar hukum. Mens rea juga nyata karena ada kesadaran penuh tentang aturan, namun diabaikan," paparnya.
Kedua LSM juga mengingatkan bahwapenyaluran dana tanpa dasar hukum yang sah, membuka celah penyalahgunaan keuangan daerah, terlebih di tengah momentum politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Mereka mendesak Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, untuk bertindak tegas dengan memanggil pihak-pihak terkait dan membuka proses hukum secara transparan
"APBD bukan alat politik atau bancakan kekuasaan, melainkan amanah rakyat. Dugaan pelanggaran penyertaan modal ini merupakan bentuk perbuatan melawan hukum yang tidak boleh dibiarkan," pungkas Hendry.
KOMPI dan KOMPARASI menegaskan langkah hukum ini sebagai bentuk desakan publik, agar penegakan hukum di daerah berjalan tanpa pandang bulu, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan negara. (Pandu)