![]() |
Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bekasi - Dugaan praktik monopoli dan pelanggaran aturan dalam proses lelang proyek pembangunan Rumah Dinas Wali Kota Bekasi senilai Rp 4,35 miliar mulai disorot.
Ketua DPC LSM Forkorindo Bekasi Raya, Herman Sugianto, menyatakan, akan segera melayangkan surat resmi kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak tegas dugaan permainan antara KPA, PPK, PPTK, dan Bagian Pengadaan Barang/Jasa (Barjas) Kota Bekasi.
Herman menjelaskan, sebelumnya telah mengirimkan surat klarifikasi Nomor 750/XXVII/KT-BKS/KLARF-KONF/LSM FORKORINDO/IX/2025 tertanggal 24 September 2025 kepada pihak Barjas.
Isi surat tersebut, kata dia, mempertanyakan persyaratan kualifikasi teknis dalam lelang proyek Belanja Modal Konstruksi Pembangunan Rumah Dinas Wali Kota yang rencananya akan ditempati Wakil Walikota Bekasi Harris Bobihoe.
Proyek tersebut diumumkan melalui LPSE Kota Bekasi dan dalam pengumuman LPSE tersebut disebutkan bahwa:
1. Untuk penyedia baru tanpa pengalaman, pengecualian hanya berlaku untuk nilai paket maksimal Rp 2,5 miliar.
2. Sedangkan untuk nilai proyek di atas Rp 2,5 miliar wajib memiliki minimal satu pengalaman pekerjaan sejenis.
Menurut Herman, PT Putra Bumen Abadi, perusahaan baru yang belum memiliki pengalaman, tetap diloloskan oleh pihak Barjas dan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi.
“Ini indikasi kuat adanya kongkalikong antara pihak panitia lelang dan dinas terkait,” tegasnya.
Lebih lanjut, dalam surat jawaban resmi Barjas Nomor 000.3.6/1237-Setda.Barjas tanggal 3 Oktober 2025, Forkorindo menemukan kejanggalan lain.
Pada poin kedua, tercantum data dari lpjk.pu.go.id yang menunjukkan bahwa dalam Detail Badan Usaha masih tertera nama Krisna Febriyanto sebagai Komisaris. Namun, di bagian Detail Tenaga Kerja, nama yang sama juga muncul sebagai Tenaga Ahli (SI01).
“Ini jelas pelanggaran prinsip dasar rangkap jabatan dan bukti lemahnya verifikasi dari Plt Kepala Bagian Barjas, Anjar Budiono, ST, MM,” ucap Herman.
Dia menilai Plt Barjas Anjar Budiono gagal memahami ketentuan peraturan serta tidak melakukan verifikasi data sesuai sistem yang berlaku. Hal ini juga dinilai bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Herman mendesak Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Inspektorat Kota Bekasi agar segera melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait.
“Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi berpotensi tindak pidana korupsi dan pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263, 264, dan 265 KUHP,” tegasnya.
Herman juga memastikan akan melaporkan kasus ini secara resmi ke aparat penegak hukum dalam waktu dekat guna menegakkan keadilan dan mencegah praktik serupa di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.(*)