Ahli Waris Lahan Pasar Semi Induk Pondok Gede 'Tantang' Walikota Serahkan Lahan

Redaktur author photo
Jubir Ahli Waris, Agustin (kiri) dan Ahli Waris (tengah)

inijabar.com, Kota Bekasi - Ahli waris lahan Pasar Semi Induk Pondokgede mendesak Pemerintah Kota Bekasi, untuk segera menyerahkan tanah seluas 4.500 meter persegi sesuai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung. Mereka menolak penyerahan lahan yang masih dibebani perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga.

Juru Bicara Ahli Waris, Agustin, menyatakan, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, telah merespons surat mereka dengan menyanggupi penyerahan lahan. Namun, isi surat jawaban dinilai bertentangan dengan putusan pengadilan, yang mewajibkan tanah diserahkan dalam keadaan kosong, bersih, dan tanpa syarat yang membebani penggugat.

"Kami menantang Wali Kota untuk benar-benar menyerahkan lahan dalam keadaan baik, kosong, dan bersih sesuai putusan pengadilan. Faktanya, di atas lahan itu masih berdiri bangunan pasar dengan perjanjian kerja sama tahun 2020 bersama PT Pengembang," ujar Agustin, usai menghadiri audiensi dengan Komisi II DPRD Kota Bekasi, Kamis (5/8/2025).

Agustin mengingatkan, putusan PK yang keluar pada 17 April 2025 juga mencantumkan denda keterlambatan (dwangsom) sebesar Rp5 juta per hari. Hingga kini, denda tersebut telah mencapai sekitar Rp1,65 miliar. Ia khawatir penundaan penyelesaian justru akan menambah beban kerugian negara.

"Jika pemerintah memilih langkah eksekusi tanpa penyelesaian yang baik, itu hanya akan menimbulkan konflik baru. Potensi kerugian negara bisa mencapai Rp25 miliar, dan bangunan hanya akan jadi puing-puing," katanya.

Ia menceritakan, kasus ini bermula pada 2016 ketika tiang pancang pertama Pasar Semi Induk Pondokgede didirikan di atas tanah milik adat peninggalan almarhum Hamid bin Adah. Tanah seluas 4.500 meter persegi tersebut pada 1971 sempat dipinjam-pakai oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi, kini Pemkot Bekasi.

Ahli waris pun telah berjuang melalui jalur hukum selama dua tahun di pengadilan. Putusan PK menegaskan bahwa Pemkot Bekasi harus mengembalikan lahan dalam keadaan kosong dan bersih, serta membayar denda Rp5 juta per hari atas keterlambatan.

Agustin menyayangkan, sikap pemerintah kota yang dinilai lebih memilih bernegosiasi dengan pihak di luar ahli waris. Ia bahkan mengaku sempat bertemu Wali Kota, namun pertemuan hanya berlangsung singkat dan tidak ada dialog substantif.

"Ahli waris yang memiliki hak justru tidak diberi ruang bicara. Bahkan pernah bertemu wali kota, hanya dua menit. Sebagai warga berusia 75 tahun, ahli waris merasa tidak dihormati," keluhnya.

Pada hari ini, ahli waris berharap audensi dengan Komisi II DPRD dapat memfasilitasi penyelesaian secara bijak dan adil. Jika tidak ada solusi, mereka menyatakan akan menggugat ke Pengadilan Niaga terhadap Pemkot Bekasi dan PT Pengembang yang dinilai berdiri di atas lahan tanpa izin.

"Kami hanya ingin persoalan ini diselesaikan secara damai dan adil, tanpa menunda-nunda dan tanpa adu domba," tegas Agustin.

Sementara itu, Sekretaris Komisi II DPRD Kota Bekasi, Evi Mafriningsianti, mengonfirmasi bahwa tuntutan ahli waris sesuai dengan keputusan PK, yakni pengembalian lahan secara langsung, bukan dalam bentuk kompensasi uang.

"Pengembalian lahannya harus dilakukan secara utuh, bukan dalam bentuk uang. Masalahnya, di atas lahan itu sudah berdiri bangunan pasar," papar Evi.

Evi menambahkan penyelesaian akan dilakukan secara bertahap, melibatkan pemerintah, ahli waris, investor, dan perbankan yang terkait. Proses penyelesaian hukum (rislah) masih terus berjalan.

"Luas lahannya sekitar 4.500 meter persegi, dan proses Rislah (penyelesaian hukum) masih berjalan," pungkasnya.

Perlu diketahui, Adapun luas lahan yang menjadi objek gugatan adalah 4.500 meter persegi. Sementara Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemkot tercatat 5.779 meter persegi, sehingga masih terdapat sekitar 1.279 meter persegi yang bukan bagian dari gugatan ahli waris. (Pandu)

Share:
Komentar

Berita Terkini