inijabar.com, Kota Bekasi- Ada 10 wilayah pengelolaan sampah listrik di Indonesia diantaranya, DKI Jakarta (4 titik), Bali, DI Yogyakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Bogor Raya, Tangerang, Semarang, Medan, dan Jawa Barat (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Subang, Kabupaten Garut).
Meski Perpres (Peraturan Presiden) tentang PSEL tersebut belum dikeluarkan. Namun perlu dilakukan langka-langkah percepatan terutama bagi kota/kabupaten prioritas.
Jawa Barat merupakan wilayah yang paling banyak akan dibangun PSEL (Pembangkit Sampah Energi Listrik) yang akan dikelola oleh Danantara.
Di Kota Bekasi sendiri program PSEL sudah digagas jaman kepemimpinan Rahmat Effendi yang saat itu berencana menggandeng perusahaan China sebagai pengelola.
Dan saat kepemimpinan Kota Bekasi beralih ke Tri Adhianto sebagai Plt Walikota Bekasi. Program PSEL dikebut tanpa mempertimbangkan suara kritis media dan penggiat lingkungan hidup. Saat itu dimenangkan perusahaan konsorsium yakni EEI, MHE, HDI dan XHE
Namun saat kepemimpinan Kota Bekasi berubah lagi ke Pj Walikota Bekasi Raden Gani Muhamad. Program PSEL tersebut dibatalkan dengan merujuk rekomendasi dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang menilai ada potensi korupsi dari perjajanjian kerjasama nya (MoU).
Pembatalan tersebut jelas membuat Tri Adhianto disinyalir kecewa. Entah apa yang membuat nya kecewa.
Proyek investasi PSEL tersebut akan menyedot APBD Kota Bekasi dengan kewajiban Tipping Fee yang harus dibayarkan ke perusahaan China tersebut per bulan diperkirakan mencapai ratusan juta.
Saat Tri terpilih kembali menjadi Walikota Bekasi ambisi tersebut kembali digaungkan oleh para pendukung nya.
Keinginan membuat PSEL di Kota Bekasi tersebut pun kemudian diwujudkan oleh Pemerintah Pusat melalui Danantara yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto.
[cut]
Dan dengan diambil alih oleh Danantara, Pemkot Bekasi hanya punya kewajiban mengusulkan lahan yang nantinya jika disetujui nantinya akan dibayar oleh Danantara.
Selain itu Pemkot Bekasi hanya menyiapkan anggaran daerah untuk operasional angkut sampah dari titik angkut ke lokasi PSEL.
Lalu bagaimana nasib perusahaan pemenang dari China tersebut yang diduga sudah menghabiskan banyak anggaran untuk loby-loby dan entertainmen dengan oknum pejabat Pemkot Bekasi.
Tentunya masyarakat Kota Bekasi tidak terlalu pusing dengan asumsi kerugian yang mungkin diderita oleh perusahaan China tersebut.
Progran PSEL ini salah satu yang harus lolos syarat adalah luas lahan yang dibutuhkan sebesar minimal 5 Ha dengan peruntukan RTRW dengan jarak lokasi PSEL dari pusat kota ke pengelolaan sampah kurang dari 50 km dan status clear and clean.
Jarak dan lokasi PSEL dekat dengan jaringan listrik/gardu PLN, dan akses sumber air.
Dengan ketentuan tersebut APBD Kota Bekasi akan aman tanpa harus memikirkan Tipping Fee.
Sebelumnya, CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, mengatakan pemerintah akan memberikan subsidi kepada PT PLN (Persero) yang akan menyerap listrik dari proyek waste to energy atau PSEL.
Rosan mengatakan, tarif listrik yang akan diserap PLN dari PSEL sebesar 20 sen per kWh. Harga tersebut naik dari tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 35 Tahun 2018 sebesar 13,5 sen per kWh.
Kenaikan tarif tersebut lantaran sudah tidak ada lagi tipping fee atau biaya pengolahan limbah yang awalnya dibebankan kepada pemerintah daerah. Namun ke depannya, PLN akan diberikan subsidi oleh pemerintah untuk menyerap listrik dari PSEL.
[cut]
“Dengan struktur yang baru itu tidak ada lagi beban tipping fee kepada pemerintah daerah. Tetapi itu semua akan di-absorb langsung oleh PLN dan kemudian PLN akan menerapkan subsidi dari pemerintah pusat,” jelas Rosan.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyanggupi untuk menyerap listrik dari PSEL dengan harga yang relatif tinggi dibandingkan jenis pembangkit lain, yakni 20 sen per kWh