![]() |
Sidang lanjutan kasus korupsi mobil caravan covid 19 tahun 2021 di Bandung Barat digelar di PN Tipikor Kota Bandung |
inijabar.com, Kota Bandung- Tim advokat terdakwa drg. Ridwan Daomara Silitonga dengan tegas mengatakan, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih ‘bolong dan tidak menyentuh pihak-pihak yang justru disebut menerima uang dalam kasus ini.
Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Caravan Mobile Unit Laboratorium Covid-19 di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat (KBB), kembali digelar di PN Tipikor Bandung, Selasa (30/9/2025).
Sebanyak sembilan orang saksi dihadirkan dalam sidang tersebut diantaranya, Irvan Indrasukma dari PPK awal pengadaan Covid-19. Asri Dini Mustari, Kepala UPT Laboratorium Penunjang Dinkes KBB, Nurina Widyastutie, PNS Laboratorium, Risya Imaniah Kamilah, Pranata Labkes Labkesda KBB, Fildza Sabila Qistina, Pranata Labkes Labkesda KBB, Neng Siti Julaeha sebagai pejabat di lingkungan kesehatan, Maisarah S. Rahayu sebagai Pejabat Dinkes KBB dan Kusmiar, staf Dinkes KBB, serta Yani Heryani sebagai staf Dinkes KBB.
Majelis hakim yang diketuai Panji Surono, menuturkan, saksi telah disumpah di atas Al Qur’an, okeh karenanya harus memberikan keterangan yang benar dan jujur.
“Ingat saksi sudah disumpah, berikanlah keterangan yang sejujur jujurnya,” ucapnya.
Para saksi yang dihadirkan, sebagian mengaku menolak usulan Kepala Dinas Kesehatan KBB dalam pengadaan Caravan Unit Laboratorium Covid-19.
Beberapa saksi pun mengaku ada surat surat pengajuan yang diusulkan tanpa diketahui para saksi ketika menjabat saat itu.
Terus terang kami tolak usulan pengadaan Caravan Unit Laboratorium Covid-19 oleh Kepala Dinas Kesehatan KBB saat itu,” ungkap saksi.
Mereka memberikan jawaban yang sama, ketika JPU menanyakan apakah disetujui atas usulan pengadaan Caravan Unit Laboratorium Covid-19 oleh Kepala Dinas Kesehatan KBB, saat itu.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU di Pengadilan Tipikor PN Bandung, tercatat bahwa saksi Christian Gunawan memberikan uang senilai Rp450 juta kepada saksi Heryawan Surya Gunawan, serta uang sebesar Rp40 juta kepada saksi Yoppie Indrawan, SE, Kepala Perencanaan Barang dan Jasa KBB.
Kedua nama tersebut tidak dijadikan tersangka maupun diperiksa dalam berkas perkara terpisah. Tim advokat menyebut hal ini sebagai kejanggalan besar dalam penegakan hukum kasus korupsi yang merugikan negara hingga miliaran rupiah tersebut.
“Bagaimana mungkin dalam uraian dakwaan disebut jelas ada aliran uang ke dua saksi, tapi hingga saat ini mereka tidak tersentuh proses hukum? Ini menimbulkan tanda tanya besar terkait konsistensi JPU,” ungkap kuasa hukum terdakwa, Timbul Tumbur Silitonga, SH dan Sutan M. Simanjuntak, SH pada wartawan.
Dakwaan JPU pun menyebut, Christian Gunawan memberikan uang Rp40 juta kepada terdakwa Ridwan Daomara Silitonga. Namun, tim advokat menegaskan klien mereka tidak pernah menerima uang tersebut.
“Pernyataan jaksa ini tidak berdasar. Klien kami tidak pernah menerima uang sebagaimana disebutkan dalam dakwaan,” tegas pengacara terdakwa.
Dalam persidangan tersebut, tim advokat terdakwa juga menjelaskan posisi Ridwan Daomara Silitonga yang ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) oleh Dr. dr. Eisen Hower Sitanggang, Kepala Dinas Kesehatan KBB, untuk menggantikan pejabat sebelumnya, Irvan Indrasukma.
Ridwan, menurut pembelaan, hanya menjalankan perintah atasan tanpa memiliki niat jahat (mens rea).
“Semua langkah klien kami adalah atas arahan Kadinkes. Tidak ada inisiatif pribadi,” ungkap kuasa hukum.
Tim advokat juga menilai ada ketidakadilan karena nama Eisen Hower Sitanggang justru tidak disebut menerima uang dari pemenang lelang, padahal proyek pengadaan caravan laboratorium ini didesain dan dipaksakan olehnya.
Bahkan, penunjukan PT Multi Artha Sehati sebagai pemenang lelang disebut sebagai hasil kebijakan Eisen Hower.
“Jelas sekali bahwa proyek ini adalah arahan Kadinkes, tapi anehnya beliau tidak tersentuh dakwaan,” imbuh tim advokat.
Seperti diberitakan sebelumnya, modus persekongkolan itu terjadi antara terdakwa Eisen Hower Sitanggang selaku pengguna anggaran, Ridwan Daomara Silitonga sebagai PPK, dan Christian Gunawan sebagai Direktur PT Multi Artha Sehati.
Tujuan persekongkolan tersebut adalah untuk memenangkan perusahaan tersebut sebagai penyedia. Meski faktanya PT Multi Artha Sehati diketahui sebagai perusahaan konstruksi bangunan yang tidak memiliki sertifikasi karoseri maupun izin alat kesehatan.
Atas persengkongkolan itu Eisen Hower Sitanggang selaku pengguna anggaran (Kepala Dinas Kesehatan KBB), Ridwan Daomara Silitonga sebagai PPK, dan Christian Gunawan sebagai Direktur PT Multi Artha Sehati jadi terdakwa.
Mereka bertiga diancam dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara hingga seumur hidup.