Jadi Tersangka Dugaan Korupsi, Menpora Bilang Keluarganya 'Terpukul'

Redaktur author photo

inijabar.com, Jakarta- Mentri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi pada Rabu usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, membantah telah menerima uang senilai Rp26,5 miliar sebagai bentuk commitment fee pengurusan proposal yang diajukan KONI kepada Kemenpora.

“IMR, Menteri Pemuda dan Olahraga dan MIU, sebagai tersangka,” ucap Wakil Ketua KPK Alexander di gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Alexander menjelaskan, uang itu diterima Imam secara bertahap. Imam menerima sebesar Rp14,7 miliar dalam rentang waktu 2014-2018 melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Selain itu, Imam juga diduga meminta uang Rp11,8 miliar dalam rentang waktu 2016-2018. 

KPK, kata Alexander, telah memanggil Imam sebanyak tiga kali yakni pada 31 Juli, 2 Agustus, dan 21 Agustus 2019. Namun, Imam tak pernah memenuhi panggilan tersebut. 

Semnetara itu, Imam Nahrawi membantah keras seperti yang dinyatakan oleh KPK.

“Tentu pada saatnya tentu harus kita buktikan bersama sama karena saya tidak seperti yang dituduhkan kita akan mengikuti seperti apa di Pengadilan,” kata Imam di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Imam lalu berharap penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap dirinya tidak bersifat politis. Karenanya, dia akan menjalani proses hukum yang berjalan.

“Saya berharap ini bukan sesuatu yang bersifat politis, saya berharap ini bukan sesuatu yang bersifat di luar hukum dan karenanya saya akan menghadapi dan tentu kebenaran harus dibuka seluas-luasnya, selebar-lebarnya,” kata Imam.

Dia enggan merinci apa yang dimaksud bersifat politis dan di luar hukum tersebut. Pasalnya, Imam mengaku baru mendengar dan membaca berita soal dirinya ditetapkan sebagai tersangka.

“Saya tidak bisa menduga-duga karena saya baru mendengar baru membaca apa yang disampaikan oleh pimpinan KPK tentang tuduhan itu,” kata Imam.

Ia pun meminta kepada KPK agar membuktikan bahwa dirinya benar-benar menerima duit Rp26,5 miliar. Untuk itu, dirinya bakal mengikuti proses hukum yang berlaku.

“Buktikan saja, jangan pernah menuduh orang sebelum ada bukti,” kata Imam.

Saat ditanya soal rencana mengajukan praperadilan, Imam tak menjawab tegas. Ia mengaku belum membaca secara lengkap soal penyematan status tersangka oleh KPK.

”Saya belum membaca apa yang disangkakan, karenanya yang pasti semua proses hukum harus kita ikuti karena negara hukum, dan sekali lagi saya saya jangan ada unsur-unsur di luar hukum,” kata dia.

Ia juga mengatakan, belum ada jadwal pemanggilan sebagai tersangka dari KPK. Dirinya mengklaim bakal patuh terhadap proses hukum yang berjalan.

Imam kemudian menyatakan bahwa keluarganya sangat terpukul dengan penetapan dirinya sebagai tersangka. Meski demikian, dia yakin keluarga memahami risiko dari pekerjaannya.

“Ya tentu keluarga sangat terpukul, tetapi saya yakin keluarga saya tahu bahwa ini resiko jabatan saya sebagai menteri ya, sebagai menteri tentu harus siap dengan segala sesuatu, ya,” paparnya.

Dalam hal ini, Imam dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (*)
Share:
Komentar

Berita Terkini