Kenapa Banyak Temuan BPK Tak Ditindaklanjuti Kejari Kota Bekasi Termasuk Temuan Rp7 Miliar di Disdik?

Redaktur author photo
Kajari Kota Bekasi Sulvia Triana Hapsari,SH

inijabar.com, Kota Bekasi – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bekasi Sulvia Triana  Hapsari, SH mengatakan, soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Dinas Pendidikan (Disdik) tahun anggaran 2024, adanya potensi kerugian negara sebesar Rp7 miliar, serta temuan penyertaan modal yang dilakukan tanpa didukung peraturan daerah (Perda) khusus.

Ia juga  menyatakan, soal temuan BPK tersebut menunjukkan lemahnya kepatuhan terhadap regulasi dalam pengelolaan keuangan daerah. 

“BPK menemukan potensi kerugian negara di Disdik tahun 2024 sebesar Rp7 miliar. Selain itu, terdapat penyertaan modal yang dilakukan tanpa dasar perda khusus,” jelas Sulvia pada wartawan usai menggelar Refleksi Akhir Tahun 2025 di kantor Kejari Kota Bekasi pada Selasa (30/12/2025)

Menurutnya, temuan tersebut bukan sekadar catatan administratif, melainkan peringatan serius yang harus segera ditindaklanjuti. 

“Ini menunjukkan adanya kelemahan tata kelola dan kepatuhan terhadap aturan. Pemerintah daerah wajib menindaklanjuti seluruh temuan BPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tutupnya

Sulvia juga menambahkan, tindak lanjut atas temuan BPK menjadi bagian penting dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran, khususnya di sektor pendidikan yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik.

Dengan pendekatan hukum yang kini mengedepankan pemulihan kerugian negara serta penguatan pengawasan keuangan daerah, kata Sulvia, penanganan perkara di Jawa Barat diharapkan tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga memastikan keuangan negara dapat diselamatkan secara optimal.

Dia juga menuturkan, pendekatan penegakan hukum kini tidak lagi semata-mata menitikberatkan pada efek jera, melainkan mengedepankan pemulihan kerugian keuangan negara.

"Prinsip tersebut sejalan dengan arah kebijakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yang menempatkan pengembalian kerugian negara sebagai prioritas utama dalam penanganan perkara,"tandasnya.

Ia menjelaskan, perkembangan hukum pidana saat ini juga mengenal mekanisme baru seperti denda damai serta Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau penundaan penuntutan yang diterapkan khusus bagi korporasi. Skema tersebut menjadi bagian dari pendekatan hukum yang lebih progresif dan adaptif. 

“Kita tidak bisa lagi melihat penegakan hukum dengan kacamata kuda. Dinamika hukum terus berkembang dan harus diikuti,” tambahnya.(firman)

Share:
Komentar

Berita Terkini