Dosen Univ. Bina Insani Ini Bicara Soal Minyak Goreng, Harga Murah-Langka, Harga Mahal Tersedia

Redaktur author photo




Inijabar.com, Kota Bekasi - Salah seorang dosen Ekonomi Mikro Universitas Bina Insani Bekasi dan Mahasiswa Pasca Sarjana (S3) Ilmu Ekonomi Apriani Simatupang, S.E, menanggapi keluhan warga akan langka dan mahalnya harga minyak goreng saat ini.


Ia pun mengatakan, pernyataan para awak media akan kelangkaan minyak goreng saat harga murah langka dan saat harga minyak goreng mahal sangat menarik. .


Mengapa hal ini dapat terjadi?. Apakah benar ada mafia minyak goreng?. Apakah ada penimbunan minyak goreng?.


"Mari kita mengingat hukum permintaan saat harga turun permintaan naik dan saat harga naik permintaan turun. Tetapi jangan lupa disamping itu ada hukum penawaran. Bunyi hukum penawaran, saat harga naik jumlah barang yang ditawarkan naik dan saat harga turun jumlah barang yang ditawarkan turun. Bagaimana dapat harga murah barang langka dan harga mahal barang tersedia," katanya, Kamis (7/4/2022).


Ia mengatakan, cukup jelas jika kita kaitkan dengan hukum penawaran tersebut, pasti akan terjadi. 


Masalah minyak goreng mengajak kita kembali melek dengan ilmu ekonomi. Para Pamerintah dan para pemangku kepentingan perlu mengkaji kebijakannya akan subsidi minyak goreng yang seakan-akan menyelesaikan masalah. 


Kebijakan ini benar membuai para konsumen minyak goreng. Tetapi apakah konsumen terbuai?. YA untuk SESAAT. Namun TIDAK untuk jangka panjang. Namun memunculkan masalah baru. Kebijakan ini tidak mengkaji bagaimana dari sisi penjual atau penawaran, ketika Pemerintah memberikan subsidi, maka penjual yang semula sudah membeli barang stock untuk dijual tinggi, apakah mungkin mereka mau menjual dengan harga sama dengan harga minyak goreng bersubsidi?.


"TENTU TIDAK. Lalu barangnya dimanakah?. Apakah ditimbun?. Jawabannya TIDAK juga (tetapi produsen akan menunggu kapan waktu yang tepat mereka menjual kembali barangnya dengan kondisi tidak rugi, minimal menjual pada kondisi balik modal)," ungkapnya.


Jika HET (Harga Eceran Terendah) dicabut Pemerintah, barang langsung tersedia ya. PASTINYA, subsidi minyak goreng ditiadakan maka barang makin tersedia ya. TENTUNYA. 


"Lagi-lagi kembali ke hukum penawaran tadi. HET dicabut harga tinggi maka jumlah barang yang ditawarkan atau dijual akan semakin tinggi," ujarnya.


Sangat disayangkan Pemerintah sidak sana-sini, cari penimbunan sana-sini. Pemerintah tidak menghitung kerugian yang sudah ditranggung produsen akibat kebijakan SUBSIDINYA. 


Sebaiknya, Pemerintah duduk bersama dengan produsen minyak dan distributor minyak mencari solusi bersama mengatasi permasalahan ini. Dan lagi minyak goreng merupakan barang yang inelastis (apabila harga berubah jumlah permintaan dan penawarannya tidak berpengaruh banyak).


"Berapa pun harganya, maka konsumen membeli sesuai dengan kebutuhannya, meski harga terlalu tinggi pun tidak akan berani produsen menimbun dengan jumlah yang sangat banyak karena permintaannya ya segitu juga. Atau sebaliknya harga minyak goreng murah pun tidak akan mungkin konsumen membeli dengan jumah yang sangat banyak. Biasanya pemakaian seminggu 2 liter, karena murah ga mungkin konsumen pemakaiannya menjadi 10 liter atau lebih dalam seminggu," imbuhnya.


Menurutnya, kenaikan harga minyak goreng semula dikarenakan karena kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia karena kelangkaan barang. Kelangkaan barang karena kondisi pandemi yang mengakibatkan seluruh dunia juga mengalaminya. 


"Pada masa pandemi, produktivitas minyak mengalami penurunan akibat kebijakan waktu produksi yang berkurang," ungkapnya.


Untuk itu, Pemerintah perlu mengkaji kembali jumlah produksi minyak goreng di Indonesia dan juga jumlah permintaan akan minyak goreng tersebut. Jika jumlah produksi kurang maka perlu ditingkatkan dengan cara subsidi harga minyak goreng sebaiknya diberikan kepada produsen minyak goreng guna meningkatkan produksi, agar tercapai keseimbangan pasar. 


Dalam hal ini mazhab ekonomi klasik perlu diterapkan dalam menciptakan keseimbangan pasar, Pemerintah perlu campur tangan dalam hal mendorong terciptanya full employment bukan mendorong kebijakan moneter.


"Mendorong tercipta full employment, artinya meningkatkan produksi minyak goreng dalam negeri dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Sehingga ketika produksi meningkat, maka ketergantungan impor minyak goreng akan berkurang, maka harga minya goreng dunia hanya berdampak sedikit terhadap harga minyak goreng dalam negeri," imbuhnya.


Harga murah barang langka dan harga mahal barang tersedia, tentunya akan terjadi sesuai dengan hukum penawaran dalam teori ilmu ekonomi. Minyak goreng adalah barang yang inelastis. Minyak goreng tidak ada barang penggantinya. Masyarakat dapat menggantikan cara masak dengan merebus atau membakar atau dengan cara lain tanpa minyak goreng. 


Masyarakat tidak akan merubah dalam jumlah banyak pemakaian minyak goreng. Jika berubah dalam jumlah sedikit saja. Jika harga murah atau pun mahal, masyarakat tidak akan mungkin merubah banyak jumlah pemakaiannya dalam sehari. 


Kondisi saat ini, subsidi bukanlah solusi, tetapi masalah baru bagi produsen bagaimana produsen menyesuaikan harga yang telah mereka tetapkan semula dengan menyeimbangkan dengan harga subsidi. 


"Solusi yang dilakukan Pemerintah sebaiknya menyelidiki jumlah produksi dan jumlah impor minyak goreng. Dan mengkaji kembali harga terendah, agar tidak merugikan produsen dan harga tertinggi agar tidak merugikan konsumen," tandasnya.(giri)

Share:
Komentar

Berita Terkini