Putus Sekolah Putus Harapan : Jabar Tertinggi

Redaktur author photo




PENDIDIKAN adalah hak asasi manusia yang harus diterima oleh setiap individu, dijalankan kepada yang berhak untuk cita-cita tertinggi peradaban. Dengan didikan itulah akan lahir generasi-generasi yang seimbang antara peran akal dan akhlak/sikapnya, berwawasan luas, berperangai tidak tergesa-gesa, serta dapat mengontrol emosi. Di era globalisasi ini, tertegun seolah tidak percaya bahwa masih ada anak yang putus sekolah oleh beberapa faktor, dan Jawa Barat menempati posisi yang tinggi diantara yang lain. Akan melakukan apa mereka pemangku jabatan? kita lihat nanti. Sungguh hamparan kekayaan negeri ini tak mampu menghalau seorang anak bangsa mencari ilmu.


Potret anak putus sekolah menurut data dari Aceh sampai Papua, sebarannya Jabar dan Jenjang SD ada di posisi paling tinggi. Menurut data Kementrian Pendidikan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristik) pada tahun ajaran 2020/2021, jumlahnya meliputi 83.700 anak putus sekolah di seluruh Indonesia. Tersebar pada 3 jenjang (SD, SMP, SMA/sederajat). Dan Jabar menjadi provinsi terbanyak di Indonesia. Dan jenjang pendidikan dasar memiliki posisi teratas. Dengan sebaran sebagai berikut : 1. SD (44.516 orang) 2. SMP (11.378 orang) 3. SMA (13.879 orang) 4. SMK (13.950 orang). Sebaran provinsi : 1. Jawa Barat (10.884 orang) 2. DKI Jakarta (10.073 orang) 3. Sumatra Utara (9.266 orang) 4. Jawa Timur (6.573 orang)


Tentu ini menjadi PR besar untuk bisa mencari akar sebabnya mengapa begitu banyak anak yang putus sekolah. Kabupaten Bandung Barat (KBB) sebagai daerah yang menyumbang angka putus sekolah tinggi yakni 588 orang dengan rincian SD 260 siswa, SMP 140 siswa, SMA 72 siswa dan SMK 116 siswa. Jika angka ini yang tercatat dipastikan data riilnya lebih besar. Kepala Bidang Pembinaan SMP, Dinas Pendidikan KBB Rustiyana turut bersuara. Ia mengatakan banyak alasan siswa putus sekolah, mulai dari faktor ekonomi, terpaksa menikah dini, senang main sampai tidak mau sekolah, memilih kerja. Kondisi pendemi yang berlangsung hampir dua tahun lebih sedikit banyak menggangu sektor ekonomi. 


Dari segi pendidikan, karena diterapkannya KBM daring banyak yang menganggap KBM di rumah kurang efektif, sehingga mereka memilih cara untuk kerja, main atau nikah dini. Itulah potret miris masa depan anak bangsa saat ini. Bukti bahwa kita itu sebenarnya belum siap untuk generasi maju dan berdaya saing, belum mampu melalui situasi ketidakpastian global di sektor pendidikan.


Solusi praktis


Keadaaan ini jika terus menerus akan berakibat pada kenakalan remaja, kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas. Solusi dari negara dengan pemberian Program Indonesia Pintar (PIP) belum sepenuhnya berpengaruh. Ini sangat erat kaitannya dengan faktor ekonomi serta sistem pendidikan sekuler, seolah pendidikan tinggi hanya untuk orang berpunya. Adanya program wajib belajar 9 tahun, sekolah gratis nyatanya tidak sepenuhnya bebas iuran. Masih ada biaya tambahan, seragam, buku, tas, modul belajar, kegiatan luar sekolah jelas itu berbayar. Tidak semua kalangan bisa mengakses pendidikan meskipun hanya tingkat dasar. Terasa menyakitkan tidak percaya tapi inilah yang terjadi. Nampaknya harapan “Indonesia Emas 2045” masih jauh dari misi.


Islam memberi Solusi


Semua kebijakan ada pada pemimpin, karakter pemimpin ditentukan dari seberapa cepat dan tanggapnya beraksi dan juga keimanan yang tertanam dalam dirinya. Fungsi pemimpin dalam Islam adalah raa’in (pengurus) dan mas’ul (penanggungjawab) serta junnah (penjaga). Ia akan bekerja super keras menyejahterakan rakyatnya, karena jabatan ini akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah di hari penghisaban. Maka akan digunakanlah segala yang ada di bumi untuk memberi kesejahteraan, dalam hal ini pendidikan. Negara punya baitul maal, SDA melimpah yang cukup untuk membiayai jenjang pendidikan dasar sampai tinggi untuk anak bangsa. Bahkan jika dihitung satu sektor saja dari yang Indonesia punya, yaitu perikanan bisa mengcover semua pendidikan warga negara jika dikelola dengan benar sesuai syariah. 


Negara hadir dalam setiap keluh kesah rakyatnya, sadar betul ini adalah kebutuhan dasar maka wajib untuk dipenuhi. Rasulullah saw pernah membebaskan sebagian tawanan perang Badar dengan syarat mengajarka baca tulis pada 10 orang anak muslim. Begitulah berharganya ilmu. Negara wajib memberi pendidikan gratis dan cuma-cuma, dihargai pula para gurunya dan memperbaiki sarana prasarana memadai untuk keberlangsungan pendidikan. Terus belajar, terus panjang harapan, terus optimis memandang masa depan. 

Wallahu a’lam bishawwab


Penulis: Ina Agustiani, S.Pd-(Pegiat Literasi, Aktivis Pendidikan)

Share:
Komentar

Berita Terkini