![]() |
Bupati dan wakil Bupati Garut 2024-2029 |
inijabar.com, Garut- Di Kabupaten Garut, sorotan publik terhadap gebrakan awal Bupati Garut H.Abdusy Syakur Amin dan Wakil Bupati Garut Putri Karlina periode ini masih persoalan seputar kemiskinan, pengangguran, layanan kesehatan dan pendidikan serta pendapatan asli daerah (PAD).
Pemerhati Kebijakan Publik, Dudi Supriadi menilai, tidak ada aturan hukum eksplisit yang mewajibkan evaluasi kinerja dalam rentang waktu singkat tersebut.
Namun, di balik riuh ekspektasi publik akan program 100 hari, terbentang pekerjaan rumah maha berat yang menuntut fokus dan kerja keras berkelanjutan selama lima tahun ke depan.
Dudi dalam wawancaranya dengan inijabar com, menekankan, evaluasi kinerja bupati sejatinya dilakukan secara berkala sesuai regulasi.
"Namun, adalah wajar jika masyarakat ingin tahu apa yang telah dilakukan selama 100 hari kerja untuk menyelesaikan prioritas persoalan,"ujarnya.Rabu(4/6/2025).
Ia menambahkan, penilaian publik terhadap perbaikan layanan kesehatan, pendidikan, hingga kinerja birokrasi menjadi tolok ukur awal kepuasan. Untuk objektivitas, Dudi menyarankan survei kepuasan publik oleh lembaga independen.
Kritik dan penilaian kritis dari berbagai elemen masyarakat, menurutnya, adalah hal yang sah dalam iklim demokrasi.
"Apalagi bupati dan wakil bupati Garut dipilih oleh rakyat, tentunya ada harapan dan janji kampanye yang dititipkan," tegas Dudi.
[cut]
Sementara publik menanti gebrakan jangka pendek, fondasi kerja pemerintahan sejatinya telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk lima tahun.
Dokumen strategis ini, yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah, berisi visi, misi, program, dan kegiatan pembangunan yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahunan.
Pembiayaannya bersumber dari APBD, dan akuntabilitasnya diuji melalui LKPJ serta LPPD tahunan, hingga LKPJ akhir masa jabatan.
Namun, kata dia, optimisme awal harus berhadapan dengan realitas tantangan yang kompleks.
"Pekerjaan rumah bupati ke depan sebetulnya sangat komplek," ungkap Dudi.
Data menunjukkan Garut masih berjibaku dengan berbagai persoalan mendasar: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang Terseok: Dengan skor 69,91 poin, Garut menempati peringkat kedua terendah di Jawa Barat.
Rendahnya angka harapan hidup, pengetahuan (indeks pendidikan dan kesehatan), serta standar hidup layak (indeks daya beli) menjadi alarm keras.
Angka kemiskinan sebesar 9,68% (data BPS) masih bertengger di atas rata-rata Provinsi Jawa Barat (7,46%), menandakan masih banyak warga yang terhimpit kesulitan ekonomi.
[cut]
Pada tahun 2024, tingkat pengangguran mencapai 6,96%, menambah daftar panjang warga yang belum produktif secara ekonomi.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Minimalis: Kontribusi PAD yang hanya 10,83% menunjukkan ketergantungan fiskal daerah yang tinggi dan potensi lokal yang belum tergarap optimal.
Pemerataan kue pembangunan yang belum merata masih menjadi isu krusial yang perlu segera diatasi.
Masalah persampahan yang tak kunjung usai, pengendalian tata ruang, hingga data kebencanaan menjadi tantangan tambahan yang membutuhkan solusi komprehensif.
Menghadapi segudang persoalan ini, euforia 100 hari kerja hanyalah babak pemanasan.
Ujian sesungguhnya terletak pada konsistensi, strategi yang tepat, dan kolaborasi lintas sektor untuk mengurai benang kusut permasalahan pembangunan di Garut.
Publik menanti, bukan hanya janji dan gebrakan sesaat, melainkan bukti nyata perubahan menuju Garut yang lebih sejahtera dan berdaya saing dalam lima tahun mendatang. Kerja keras dan komitmen total menjadi kunci untuk menjawab ekspektasi tersebut.(ujang)