AP-KI: Eskalasi Unjuk Rasa Sudah Bergeser ke Krisis Kemanusiaan

Redaktur author photo
Narasumber AP-KI berfoto bersama dengan pose stop kekerasan selepas presscon.

inijabar.com, Jakarta - Aliansi Pembangunan Kemanusiaan Indonesia (AP-KI) mengaktifkan protokol kedaruratan, setelah menilai eskalasi unjuk rasa di berbagai wilayah, telah berubah menjadi krisis kemanusiaan perkotaan yang mengancam keselamatan warga sipil.

Organisasi payung 2.000 lembaga masyarakat sipil tersebut, menyatakan situasi sudah tidak lagi soal demonstrasi biasa, tetapi krisis kemanusiaan yang ditandai korban jiwa, luka-luka, dan terganggunya akses layanan vital seperti kesehatan dan transportasi.

"Ini soal kemanusiaan, setiap nyawa yang hilang adalah luka bagi semua. Fokus kami adalah dampak kemanusiaan," kata Konvenor AP-KI dan Ketua LLHPB PP Aisyiyah, Rahmawati Husein, dalam konferensi pers di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).

Rahmawati menegaskan, AP-KI berdiri netral dan tidak berpihak pada kepentingan politik manapun. Organisasi tersebut fokus melindungi warga sipil rentan yang terjebak di tengah kekacauan, terutama anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas.

Sementara itu, Konvenor Lokanusa, Rini Trinirmalaningrum, menyoroti dampak langsung di level komunitas. Karena menurutnya, melindungi warga adalah tanggung jawab bersama.

"Dalam kekacauan, yang menderita adalah warga yang aktivitasnya lumpuh dan keselamatannya terancam. Melindungi mereka adalah tugas pemerintah namun juga tanggung jawab moral kita semua," tegas Rini.

Rini menyatakan, kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya rasa takut di tengah masyarakat, akibat eskalasi kekerasan yang terus berlanjut.

Senada, Ketua Umum Humanitarian Forum Indonesia (HFI), M. Ali Yusuf, mengungkap kendala serius yang dihadapi pekerja kemanusiaan di lapangan. Akses untuk menyelamatkan korban menjadi terhambat akibat situasi yang tidak kondusif.

"Setiap detik sangat berharga untuk menyelamatkan nyawa. Ambulans yang terhambat atau relawan yang terintimidasi adalah tragedi kemanusiaan," ujar Ali.

Ali meminta jaminan keamanan dan prioritas akses bagi pekerja kemanusiaan, untuk melaksanakan tugasnya menyelamatkan korban dari pihak manapun tanpa pandang bulu.

Di tempat yang sama, Konvenor AP-KI, Puji Pujiono menekankan, pentingnya menjaga netralitas masyarakat sipil, agar tidak terseret dalam polarisasi politik.

"Komunitas kemanusiaan yang dibangun bertahun-tahun tidak boleh diseret ke dalam polarisasi politik. Kami adalah mitra dalam solusi, bukan musuh," ungkapnya.

Untuk mencegah krisis semakin dalam, AP-KI mendesak semua pihak berpegang pada tiga prinsip kemanusiaan universal. Pertama, perlindungan warga sipil sebagai prioritas utama dengan melindungi kelompok rentan dari segala bentuk kekerasan.

Kedua, akses kemanusiaan tanpa hambatan bagi tenaga medis dan relawan untuk mengevakuasi korban. Ketiga, netralitas dan imparsialitas dalam memberikan bantuan kepada siapa pun yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang politik.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Country Director OXFAM di Indonesia, Maria Lauranti, yang menegaskan bahwa kekerasan bukanlah solusi, karena hanya melahirkan luka dan dendam yang mendalam.

"Jalan dialog yang tulus, meski sulit, adalah satu-satunya jalan yang bermartabat untuk sebuah bangsa yang besar," ucap Maria.

AP-KI secara resmi menyerukan kepada pemerintah dan DPR, untuk segera membuka ruang dialog tulus, guna menyerap aspirasi publik dan menindaklanjuti dengan kebijakan yang adil dan konkret.

Pemerintah juga diminta, menjamin keamanan seluruh warga dan mengusut tuntas setiap insiden kekerasan secara transparan. Khusus kepada TNI-Polri, untuk mengedepankan pendekatan persuasif dan membedakan massa damai dengan provokator.

Wildhan Dewayana dari Forum Zakat (FOZ) menambahkan, solidaritas kemanusiaan harus melampaui perbedaan pandangan. Ia turut meminta masyarakat menyalurkan aspirasi secara damai dan bertanggung jawab, saling melindungi sesama warga.

"Saatnya saling menjaga, bukan saling melukai. Bagi yang tidak turun ke jalan, mari tunjukkan solidaritas dengan cara lain dan tidak menyebarkan disinformasi," pungkas Wildhan.

Sebagai respons darurat, AP-KI dan jaringannya mengaktifkan layanan kemanusiaan lapangan termasuk posko medis, dukungan psikososial awal, serta pemantauan dampak kemanusiaan secara independen. (Pandu)

Share:
Komentar

Berita Terkini