Anomali Kasus Langka Pengangkatan Lurah Jakasampurna, Lompatan Karier Tanpa Tahapan

Redaktur author photo
Walikota Bekasi Tri Adhianto saat meresmikan kantor kelurahan Jakasampurna Bekasi Barat.

inijabar.com, Kota Bekasi - Gelaran mutasi dan rotasi terhadap 250 pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi masih menyisakan banyak catatan kritis di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Ditengah upaya Walikota Bekasi Tri Adhianto meyakinkan publik bahwa proses mutasi sudah sesuai dengan aturan dan merupakan penyegaran di lingkup birokrasi dan tidak ada jual beli jabatan.

Namun penempatan jabatan sejumlah ASN justru menuai kecurigaan sebaliknya. Publik melihat proses mutasi tersebut jauh dari batasan-batasan meritsistem.

Seperti ada staf biasa di RSUD Kota Bekasi langsung diangkat menjadi pejabat esselon 3. Lalu adanya pegawai yang punya latar belakang kesehatan tapi tidak ditempatkan di Puskesmas atau RSUD tapi malah ditaruh sebagai Kasie di kelurahan. Belum lagi kontroversi soal nepotisme mutasi pada adik dan ipar walikota sendiri di jabatan strategis.

Dari sekian kontroversi, ada kontroversi juga yang disorot publik pada satu figur yang paling menarik perhatian adalah Muhammad Wildan Nuky Fahmi, pejabat baru yang ditetapkan sebagai Lurah Jakasampurna.

Yang menjadikan pengangkatan ini ramai dibicarakan bukan semata nama atau posisinya, melainkan lompatan karier yang dinilai tidak lazim. Wildan sebelumnya tercatat sebagai staf biasa pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 

Tanpa riwayat jabatan struktural, ia langsung menduduki kursi Lurah, jabatan setingkat Eselon IVa yang dalam pola pembinaan kepegawaian seharusnya dilewati melalui jenjang Eselon IVb, seperti Kepala Seksi Kelurahan atau Sekretaris Kelurahan.

Dalam sistem kepegawaian nasional, jabatan Lurah umumnya diberikan kepada ASN yang telah menempuh jabatan struktural berjenjang, atau memiliki kompetensi fungsional tertentu dengan pengalaman kepemimpinan. 

Bahkan bagi lulusan sekolah kedinasan seperti IPDN maupun lembaga teknis seperti STTD, pola karier tetap mengharuskan ASN melewati tahapan IVb sebelum memimpin sebuah kelurahan.

Tidak tampaknya rekam jejak jabatan serupa pada diri Wildan inilah yang memunculkan penilaian adanya anomali. Sejumlah ASN menilai loncatan dari staf langsung ke Lurah sebagai 'kejadian langka' dalam praktik mutasi struktural di pemerintahan daerah.

Pemerintah Kota Bekasi hingga saat ini belum memberikan penjelasan rinci mengenai dasar penilaian kinerja, kompetensi, maupun pertimbangan Tim Penilai Kinerja (TPK) atau Baperjakat yang melandasi pengangkatan tersebut. 

Publik menanti penjelasan apakah pengisian jabatan itu terkait kebutuhan mendesak di kelurahan, kualifikasi tertentu yang dimiliki Wildan, atau pertimbangan lain yang tidak termuat dalam dokumen terbuka.

Ketiadaan informasi inilah yang kemudian memicu munculnya berbagai spekulasi di internal ASN. Pertanyaan yang banyak beredar berkaitan dengan latar belakang kompetensi, catatan prestasi, hingga relasi struktural maupun personal yang mungkin berpengaruh dalam proses penetapan jabatan.

Dalam konteks tata kelola kepegawaian, transparansi proses mutasi menjadi penting untuk menghindari tafsir yang berlebihan. Publik hingga kini menunggu penjelasan resmi terkait mekanisme evaluasi, kualifikasi jabatan, dan dasar penetapan sehingga proses pengangkatan pejabat dapat dinilai akuntabel.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan tertulis dari Pemkot Bekasi mengenai lompatan karier yang membuat pengangkatan Wildan menjadi sorotan. Namun dinamika ini dipastikan akan menjadi perhatian pada evaluasi mutasi gelombang berikutnya, terutama terkait konsistensi pola pembinaan karier ASN agar tetap sejalan dengan prinsip meritokrasi.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini