![]() |
| Suasana RUTA ke 2 P3SRS Kalibata City |
inijabar.com, Jakarta - Rapat Umum Tahunan Anggota (RUTA) ke-2 Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Kalibata City yang digelar di Ballroom Smesco Indonesia, Pancoran, Jakarta Selatan, menuai keluhan dari sejumlah pemilik unit.
Terpantau, sejumlah warga pemilik unit mempertanyakan transparansi proses, hingga dugaan pengkondisian dalam jalannya rapat, pada Sabtu (22/11/2025).
WZI, salah satu pemilik unit, mengungkapkan, persoalan sudah muncul sejak RUTA pertama pada 8 November lalu. Menurutnya, pada RUTA pertama peserta tidak mencapai kuorum karena dari sekitar 13.000 pemilik unit, hanya sekitar seratus orang yang hadir. Ia menduga ada kesulitan sistematis yang dialami warga dalam proses pendaftaran.
"Warga diduga sudah dipersulit untuk mendaftar. Kita harus mengupload berbagai dokumen, kemudian banyak yang tidak mendapat bukti registrasi. Banyak juga yang tidak mendapatkan undangan dengan alasan sudah di mading, tapi banyak warga tidak melihat mading," ujar WZI selepas acara tersebut.
Ia menambahkan, proses pendaftaran yang rumit membuat warga menjadi apatis. Bahkan banyak warga yang membandingkan tingkat kesulitannya dengan mendaftar pinjaman online.
"Ada yang berkomentar bahwa mendaftar RUTA, lebih susah daripada daftar pinjaman online," kata WZI.
WZI mempertanyakan keputusan pengurus, yang memilih ruangan berkapasitas sekitar 300 orang untuk rapat yang melibatkan 13.000 pemilik unit. Ia menduga ada kesengajaan dalam pembatasan kapasitas tersebut.
"Harusnya kalau orang berniat baik, usahakan menyiapkan ruangan untuk menampung lebih banyak peserta. Di Kalibata City sendiri, dengan menggabungkan beberapa ruangan dan teknologi audio visual, dua ribu hingga tiga ribu orang harusnya bisa ditampung," jelasnya.
Sementara itu, MHI, pemilik unit lainnya, mengungkapkan dugaan pengondisian dalam proses rapat. Menurutnya, pengurus terkesan sudah mempersiapkan skenario tertentu dalam pelaksanaan RUTA kedua.
"Mereka tidak peduli kuorum atau tidak kuorum. Di RUTA pertama, sidang ditunda karena tidak kuorum. Di RUTA kedua, berdasarkan aturan, berapapun yang hadir dianggap sah. Mereka diduga memang sudah memanfaatkan celah hukum yang ada," ungkap MHI.
Ia juga menyoroti proses voting yang dinilai tidak memenuhi asas kerahasiaan. Karena menurut ilham, seharusnya hal tersebut harus dijaga kerahasiaannya.
"Ketika voting, ada barcode di kertas suara. Ketika di-scan, muncul kode unik yang bisa diketahui siapa yang memilih apa. Ini tidak memenuhi unsur demokrasi yang seharusnya rahasia," paparnya.
MHI menceritakan, banyaknya pertanyaan warga yang tidak mendapat jawaban memuaskan. Ia mempertanyakan keberadaan Berita Acara Serah Terima (BAST) dari pengembang kepada P3SRS.
"Waktu ditanya soal BAST, jawabannya tidak meyakinkan. Katanya kalau mau lihat, datang saja ke kantor. Padahal seharusnya salinan BAST diberikan kepada setiap pemilik," ucapnya.
MHI juga mempertanyakan status rekening P3SRS. Menurutnya, hingga saat ini pembayaran Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dan Sinking Fund masih menggunakan virtual account atas nama pengembang, bukan rekening P3SRS.
"P3SRS sudah terbentuk sejak 2023, tapi sampai sekarang belum ada rekening sendiri. Ketika ditanya, jawabannya masih dalam proses. Ini sudah dua tahun," katanya.
Para warga juga mempertanyakan usulan kenaikan IPL dan Sinking Fund untuk tahun 2026, padahal laporan keuangan 2023-2024 menunjukkan kondisi surplus. MHI mengungkapkan, bahwa jawaban pengurus mengaitkan kenaikan dengan kebutuhan dana perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
"Yang sebenarnya kita hadapi bersama adalah sinking fund untuk perpanjangan SHGB dan dana darurat bencana, bukan kenaikan IPL," paparnya.
Di tempat yang sama, MKL, pemilik unit lainnya, memaparkan terkait penunjukan pengelola dan management fee. Ia menyatakan, hal tersebut tidak pernah dijelaskan secara transparan.
"Seharusnya pengelola itu ditenderkan secara transparan dan terbuka, bukan model penunjukan," tegas MKL.
Para warga berharap ada transparansi, kredibilitas, dan keadilan dalam pengelolaan P3SRS Kalibata City. Mereka juga mendesak dilakukannya audit keuangan independen yang mencakup lima tahun terakhir, bukan hanya satu periode.
"Harapannya adalah transparansi, kredibilitas, dan keadilan. Yang perlu diaudit bukan hanya laporan keuangan satu tahun, tapi lima tahun terakhir untuk mengetahui status keuangan secara menyeluruh," pungkas MKL.
Tim inijabar.com siap menyampaikan klarifikasi atau tanggapan dari pengurus P3SRS Kalibata City, jika terdapat perkembangan terbaru terkait polemik tersebut. (Pandu)



