![]() |
| Ilustrasi |
inijabar.com, Kota Bekasi - Dugaan praktik pungutan liar (pungli) berkedok bantuan kesehatan kepada warga kurang mampu, kembali mencuat di Kota Bekasi. Diduga marak oknum yang memanfaatkan situasi, untuk meraup keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan relawan kesehatan.
Aktivis kemanusiaan Kota Bekasi, Frits Saikat, menyatakan tidak menutup mata terhadap berbagai laporan dugaan pungli yang berkedok bantuan. Ia bahkan mengaku beberapa kali menyaksikan langsung praktik dari oknum tersebut.
Ia menceritakan, oknum tersebut diduga meminta biaya untuk pengurusan dokumen kependudukan, BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI), Jasa Raharja, sebagai syarat administrasi rumah sakit kepada warga yang hendak mendapatkan layanan gratis.
"Ini warga tidak mampu yang butuh pertolongan. Kok tega dikenakan tarif dengan berbagai alasan dan tekanan?" tegas Frits saat dihubungi, Senin (1/12/2025).
Frits menilai, praktik tersebut murni tindakan percaloan. Ia menyebut, dalam beberapa kasus, masyarakat diduga dipaksa membayar biaya administrasi, agar mendapatkan ruang rawat inap lebih cepat atau layanan pembuatan dokumen yang seharusnya gratis.
"Kalau benar relawan, ya seharusnya sukarela. Tidak ada tarif, apalagi sampai menakut-nakuti masyarakat. Itu bukan bantuan, itu tipuan komersil," ungkapnya.
Frits menjelaskan, modus yang diduga dijalankan oknum tersebut, memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat terhadap prosedur administrasi yang sebenarnya tidak dipungut biaya.
Dengan mengatasnamakan sebagai relawan atau pegiat kesehatan, Frits mengatakan, oknum tersebut diduga menawarkan jasa pengurusan dokumen dengan iming-iming proses lebih cepat.
"Mereka memanfaatkan kepanikan keluarga pasien yang membutuhkan pertolongan medis segera. Di saat seperti itu, masyarakat cenderung tidak berpikir panjang dan mau membayar asalkan keluarganya cepat ditangani," paparnya.
Frits mengimbau masyarakat agar lebih kritis dan segera melaporkan oknum kepada pihak rumah sakit, atau aparat penegak hukum jika mengalami hal serupa. Ia juga mengingatkan fasilitas kesehatan, untuk tidak memberi ruang bagi dugaan praktik ilegal tersebut.
"Yang dirugikan bukan hanya masyarakat, tetapi juga kredibilitas rumah sakit. Bila dibiarkan, akan menjadi penilaian buruk bagi institusi itu sendiri. Mereka itu murni calo, bukan relawan atau aktivis," tegasnya.
Frits menekankan, bantuan kemanusiaan sejati tidak mengenal tarif dan dilakukan secara tulus tanpa mengharapkan imbalan. Ia menerangkan, selama ini kerap membantu masyarakat kurang mampu mulai dari penjemputan pasien, proses administrasi kependudukan, hingga seluruh biaya perawatan medis tanpa memungut biaya sepeser pun.
"Kami bahkan menolak segala bentuk ucapan terima kasih dari pasien atau keluarga pasien. Layanan ini adalah bentuk tanggung jawab sosial, bukan untuk mencari keuntungan," katanya.
Meski demikian, Frits berharap seluruh pihak yang berwenang dalam hal tersebut, dapat segera mengambil langkah tegas, untuk menertibkan dugaan praktik percaloan kesehatan ini.
"Pengawasan harus diperketat, agar tidak ada lagi oknum yang memanfaatkan kelemahan sistem untuk kepentingan pribadi," pungkasnya. (Pandu)



